Posted: 19 Mar 2013 09:28 PM PDT
Apabila
ada satu tema yang tidak pernah habis diceritakan dari mulut ke mulut,
dinyanyikan dalam lagu-lagu, dikisahkan dalam berbagai novel,
diekspresikan dalam puisi dan tari, dilantunkan dalam doa-doa, dan
menyala-nyala di setiap hati manusia, maka itu adalah cinta.
Apabila ada energi manusia yang
lebih dahsyat dari tenaga nuklir, lebih riuh dari halilintar, lebih
menyala dari api, lebih sejuk dari embun, lebih tenang dari danau, maka
itu adalah cinta.
Apabila ada drama manusia yang
melibatkan kerinduan yang mencekam, kebimbangan yang menggamangkan,
kasih sayang yang terdalam, kecemburuan yang membakar, kesetiaan yang
tak terusik, kebersamaan yang tak terpisahkan, kesendiriaan dalam
kerinduan, maka itu adalah cinta.
Iya, itulah cinta.
Cinta, kiranya Allah senantiasa
memuliakannya, mula-mula permainan, lama-lama sungguh-sungguh. Cinta
memiliki makna yang dalam, indah, dan agung. Tidak ada kata yang kuasa
melukiskan keindahan dan keagungannya. Hakikat cinta tak dapat ditemukan
selain dengan segenap kesungguhan pengamatan dan penjiwaan. Cinta tak
dimusuhi agama dan tak dilarang syariat-Nya. Cinta adalah urusan hati,
sementara hati adalah urusan Ilahi.
Sejatinya cinta merupakan sesuatu
yang bersemayam dalam jiwa yang terdalam. Bisa jadi seseorang jatuh
cinta karena suatu “sebab”. Segala ragam cinta yang tumbuh karena suatu
“sebab” akan sirna bersamaan dengan sirnanya sang “sebab”, akan mekar
bersamaan dengan mekarnya sang “sebab”, akan berkurang bersamaan dengan
berkurangnya sang “sebab”. Cinta ragam ini akan menguat manakala “sebab
cinta” mendekat dan akan mengendur manakala “sebab cinta” menjauh. Tidak
ada cinta yang abadi, selain cinta suci yang keluar dari relung hati.
Cinta ragam ini tak akan sirna, kecuali ajal datang menjelang.
* * *
Di
antara sebagian sifat orang yang diterpa cinta adalah suka
menyembunyikan perasaannya. Ia enggan mengaku kala ditanya. Ia bertabiat
seolah tidak sedang memendam cinta. Ia tampil sesantai-santainya, agar
orang mengira bahwa ia tidak sedang dimabuk cinta. Ia enggan bila diajak
berbincang perihal cinta. Padahal, api cinta sedang membakar jiwanya.
Boleh
jadi mulutnya diam seribu bahasa. Akan tetapi, lihatlah langkah dan
tatapan matanya menyiratkan apa yang berkecamuk dalam dadanya. Ia serupa
api dalam sekam. Atau serupa aliran air di perut bumi yang dalam.
Mula-mula, boleh saja ia kuat menyembunyikan gelagak cintanya. Namun,
karena gelombang cinta selalu mendera dalam jiwa, akhirnya ia pun tak
kuasa menyembunyikan cintanya.
Orang
yang menyembunyikan cintanya mungkin karena khawatir atau malu,
kalau-kalau orang lain tahu bahwa ia sedang diterpa cinta. Ia mengira,
jatuh cinta adalah kelemahan yang tak pernah mendera orang beriman. Ia
mengira jatuh cinta adalah aib bagi orang yang paham agama. Oleh karena
itulah, ia khawatir, kalau orang tahu bahwa ia sedang jatuh cinta,
mereka akan menilainya sebagai orang yang tidak saleh dan tak taat
beragama. Pendapat demikian jelas keliru. Sebab, sejatinya sebagai
muslim beriman, ia hanya dititahkan untuk memelihara dirinya dari
hal-hal yang diharamkan Allah, kala godaan datang menghampirinya.
Mencintai
keindahan dan membiarkan cinta bersemi bukanlah hal yang hina, apalagi
dosa. Jiwa dan hati kita senantiasa berada dalam genggaman Allah Yang
Maha Menggenggam. Dia tak pernah memerintahkan hati kita, kecuali untuk
menimbang mana yang benar, dan mana yang salah, kemudian meyakini dan
meniti jalan yang benar sepenuh hati kita. Sementara itu, cinta bukanlah
dosa. Ia adalah tabiat alami manusia. Yang seharusnya kita lakukan
adalah mengendalikan segala anggota tubuh kita, agar tak terperosok
dalam hal-hal yang diharamkan oleh Dia.
Akan menghinakah mereka yang tak kenal cinta
Sungguh, cintamu padanya wajar adanya
Mereka bilang, cinta bikin kau hina
Padahal, kau orang paling paham agama
Sungguh, cintamu padanya wajar adanya
Mereka bilang, cinta bikin kau hina
Padahal, kau orang paling paham agama
Aku katakan kepada mereka
Iri kepadanya kalian tunjukkan selamanya
Jawabnya, karena ia mencinta
Pujaan jiwa pun mencintainya sepenuh hatinya
Iri kepadanya kalian tunjukkan selamanya
Jawabnya, karena ia mencinta
Pujaan jiwa pun mencintainya sepenuh hatinya
Kapan Muhammad pernah mengaharamkan cinta
Juga, apakah ia menghina umatnya yang jatuh cinta
Janganlah kau berlagak mulia
Dengan menyebut cinta sebagai dosa
Juga, apakah ia menghina umatnya yang jatuh cinta
Janganlah kau berlagak mulia
Dengan menyebut cinta sebagai dosa
Jangan kaupedulikan apa kata orang tentang cinta
Entah yang menyapa keras atau halus biasa
Bukankah manusia harus menetapi pilihannya
Bukankah kata tersembunyi tak berarti diam seribu basa
Entah yang menyapa keras atau halus biasa
Bukankah manusia harus menetapi pilihannya
Bukankah kata tersembunyi tak berarti diam seribu basa
* * *
Mata
mengawasi, hati mencari-cari, dan telinga pun merasa indah setiap kali
mendengar namanya. Perasaan itu begitu kuat bersemayam di dada. Bukan
karena kita menenggelamkan diri dalam lautan perasaan, tetapi seperti
kata Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, “Andaikan orang yang jatuh cinta boleh
memilih, tentu aku tidak akan memilih jatuh cinta.”
Terkadang
perasaan itu mengganggu, hingga tuk berpikir jernih pun kita tak
sanggup. Membuat kita banyak berharap, sehingga mengabaikan setiap kali
ada yang mau serius. Kita sibuk menanti sampai batas waktu yang kita
sendiri tak berani menentukan. Kita merasa yakin bahwa dia jodoh kita,
atau merasa bahwa jodoh kita harus dia, tetapi tak ada langkah-langkah
pasti yang kita lakukan. Akibatnya, diri kita tersiksa oleh angan-angan.
Persoalannya,
apakah yang mesti kita perbuat ketika rasa cinta itu ada? Kita bisa
menengok sejarah betapa para salafus saleh terdahulu mengambil sikap
yang sangat indah tentang dua orang yang saling mencintai. Mereka tidak
memisahkan begitu saja, sebab tak ada yang tampak lebih indah bagi dua
orang yang saling mencintai kecuali menikah. Bukankah ini berarti masih
ada ruang untuk menjadikan rasa cinta yang datang tanpa diundang itu
sebagai penguat tekad menuju jenjang pernikahan? Bukan meninggalkannya
serta merta.
Tidakkah
kita ingat kisah klasik tentang cinta yang tertuliskan dalam sejarah,
betapa terkejut dan berdegup kencangnya dada Ali ketika Fathimah berkata
sesungguhnya ia mencintai seorang laki-laki sebelum menikah dengan Ali?
Terkadang
diri kitalah yang tidak bisa membedakan antara menjaga pandangan,
mengendalikan perasaan, dan mengingkari perasaaan. Kita menganggap
perasaan suci itu sebagai sesuatu yang kotor. Kita membunuh, atau bahkan
menghancurkannya. Namun sejatinya, perasaan itu, hanya butuh kita
kendalikan, hanya cukup kita arahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar