Welcome to My Blog

Sabtu, 30 Juni 2012

DAHSYATNYA ISTIGHFAR 100X SEHARI


Tahukah anda? Istighfar sama juga dengan sedekah. Pahala dan efek yang ditimbulkan dari amalan ini berhubungan erat dengan janji Allah.

Allah telah menjanjikan hadiah bagi siapa saja yang membaca ISTIGHFAR.
Janji Allah adalah janji yang PASTI DITEPATI.

Janji Allah pada orang yang senantiasa membaca ISTIGHFAR yang berhubungan dengan rejeki, anak, dan kebahagiaan dunia.

Allah SWT berfirman : ”Maka aku katakan kepada mereka: ”Mohonlah ampun (istighfar) kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS.Nuh: 10-12).

Tahukah anda? Istighfar membuat Allah senang lho,
sungguh rugi jika kita tidak mengucapkannya secara rutin setiap hari.

Berikut ini sabda Rasulullah saw tentang hal itu.
Rasulullah saw bersabda : “Sungguh, Allah lebih gembira dengan taubat hamba-Nya daripada kegembiraan salah seorang dari kalian yang menemukan ontanya yang hilang di padang pasir.” (HR.Bukhari dan Muslim).

Sabda Nabi Muhammad buat orang yang senantiasa membaca ISTIGHFAR :
Rasulullah saw bersabda : ”Barangsiapa yang senantiasa beristighfar, maka Allah akan memberikan kegembiraan dari setiap kesedihannya, dan kelapangan bagi setiap kesempitannya dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangka,”(HR.Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad).

Dengan membaca beberapa uraian di Alqur’an dan hadist ini, Bahwa istighfar adalah solusi 1001 masalah kehidupan bagi siapa saja.

Tapi ada satu hal yang harus diingat, istighfar yang diucapkan bukanlah sekedar ucapan belaka.
Harus didasari dari hati, merupakan ungkapan taubat dan permintaan maaf atas segala dosa-dosa kita kepada Allah SWT.

Dan yang terpenting JANGAN MENGULANG DOSA YANG TELAH LALU

Semoga postingan ini membawa manfaat dan kebaikan buat kita semua ..

SELAMAT MENGHADIRKAN SENYUM ILAHI DALAM HIDUP KITA lewat istighfar.
Mari sama-sama mengucapkan istighfar minimal 100x sehari,
Semoga kita menjadi makhluk yang dicintai Allah SWT.
Aamiin …..

Aku tak ingin cantik

Aku tak ingin cantik…
Jika kecantikanku akan meninggalkan bayangan dalam pelupuk matamu…

Aku tak ingin cantik…
Jika kecantikanku akan meninggalkan sosok dalam bayang pikirmu..

Aku tak ingin cantik…
Jika kecantikanku akan meninggalkan sebuah rasa dihatimu…

Aku tak ingin cantik…
Jika kecantikanku akan membelokkan kelurusan niatmu…

Aku tak ingin cantik…
Jika kecantikanku akan menggugurkan ikhlasmu…

Aku tak ingin cantik…
Jika kecantikanku akan meruntuhkan semangat juang dalam jihadmu…

Sungguh…aku tak menginginkan cantik ini..
Jika hanya akan menjadi sumber suatu dosa…

Tapi…suatu hari nanti aku ingin menjadi yang tercantik…
Jika diriku sudah diikat dalam sebuah janji…
Sebuah janji yang katanya sekuat janji para Nabi…

sumber : http://penulishati.multiply.com/journal/item/42/42

Selasa, 26 Juni 2012

Kisah di Balik Terhapusnya Piagam Jakarta

jakarta.go.id
 Ada khianat dan dusta, di balik terhapusnya kalimat, “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dalam Piagam Jakarta yang juga Pembukaan UUD 1945. Sikap toleran tokoh-tokoh Islam, dibalas dengan tipu-tipu politik!

Sebagaimana ditulis sebelumnya, sehari pasca pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, tujuh kata dalam Piagam Jakarta dihapuskan. Di antara tokoh yang sangat gigih menolak penghapusan itu adalah tokoh Muhammadiyah, Ki Bagus Hadikusumo. Saking gigihnya, sampai-sampai Soekarno dan Hatta tak berani bicara langsung dengan Ki Bagus. Soekarno terkesan menghindar dan canggung, karena bagi Ki Bagus, penegakan syariat Islam adalah harga mati yang tak bisa ditawar lagi.
Untuk meluluhkan pendirian Ki Bagus, Soekarno kemudian mengirim utusan bernama Teuku Muhammad Hassan dan KH Wahid Hasyim agar bisa melobi Ki Bagus. Namun, keduanya tak mampu meluluhkan pendirian tokoh senior di Muhammadiyah ketika itu. Akhirnya, dipilihlah Kasman Singodimedjo yang juga orang Muhammadiyah, untuk melakukan pendekatan secara personal, sesama anggota Muhammadiyah, untuk melunakkan sikap dan pendirian Ki Bagus Hadikusumo.

Dalam memoirnya yang berjudul ”Hidup Itu Berjuang“, Kasman menceritakan bahwa ia mendatangi Ki Bagus dan berkomunikasi dengan bahasa Jawa halus (kromo inggil). Kepada Ki Bagus, Kasman membujuk dengan mengatakan,

“Kiai, kemarin proklamasi kemerdekaan Indonesia telah terjadi. Hari ini harus cepat-cepat ditetapkan Undang-Undang Dasar sebagai dasar kita bernegara, dan masih harus ditetapkan siapa presiden dan lain sebagainya untuk melancarkan perputaran roda pemerintahan. Kalau bangsa Indonesia, terutama pemimpin-pemimpinnya cekcok, lantas bagaimana?!

Kiai, sekarang ini bangsa Indonesia kejepit di antara yang tongol-tongol dan yang tingil-tingil. Yang tongol-tongol  ialah balatentara Dai Nippon yang masih berada di bumi Indonesia dengan persenjataan modern. Adapun yang tingil-tingil (yang mau masuk kembali ke Indonesia, pen) adalah sekutu termasuk di dalamnya Belanda, yaitu dengan persenjataan yang modern juga. Jika kita cekcok, kita pasti akan konyol.

Kiai, di dalam rancangan Undang-Undang Dasar yang sedang kita musyawarahkan hari ini tercantum satu pasal yang menyatakan bahwa 6 bulan lagi nanti kita dapat adakan Majelis Permusyawaratan Rakyat, justru untuk membuat Undang-Undang Dasar yang sempurna. Rancangan yang sekarang ini adalah  rancangan Undang-Undang Dasar darurat. Belum ada waktu untuk membikin yang sempurna atau memuaskan semua pihak, apalagi di dalam kondisi kejepit!
Kiai, tidakkah bijaksana jikalau kita sekarang sebagai umat Islam yang mayoritas ini sementara mengalah, yakni menghapus tujuh kata termaksud demi kemenangan cita-cita kita bersama, yakni tercapainya Indonesia Merdeka sebagai negara yang berdaulat, adil, makmur, tenang tenteram, diridhai Allah SWT.”

Kasman juga menjelaskan perubahan yang diusulkan oleh Mohammad Hatta, bahwa kata ”Ketuhanan” ditambah dengan ”Ketuhanan Yang Maha Esa”.  KH A Wahid Hasyim dan Teuku Muhammad Hassan yang ikut dalam lobi itu menganggap Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan yang lainnya. Kasman menjelaskan, Ketuhanan Yang Maha Esa menentukan arti Ketuhanan dalam Pancasila. ”Sekali lagi bukan Ketuhanan sembarang Ketuhanan, tetapi yang dikenal Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,” kata Kasman meyakinkan Ki Bagus.

Kasman juga menjelaskan kepada Ki Bagus soal janji Soekarno yang mengatakan bahwa enam bulan lagi akan ada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk membuat undang-undang yang sempurna. Di sanalah nanti kelompok Islam bisa kembali mengajukan gagasan-gagasan Islam. Karena Soekarno ketika itu mengatakan, bahwa perubahan ini adalah Undang-Undang Dasar sementara, Undang-undang Dasar kilat. “Nanti kalau kita telah bernegara di dalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dapat membuat Undang-Undang yang lebih lengkap dan sempurna,” kata Soekarno.

Para tokoh Islam saat itu menganggap ucapan Soekarno sebagai “janji” yang harus ditagih. Apalagi, ucapan Soekarno itulah setidaknya yang membuat Ki Bagus merasa masih ada harapan untuk memasukkan ajaran-ajaran Islam dalam undang-undang yang lengkap dan tetap nantinya.

”Hanya dengan kepastian dan jaminan enam bulan lagi sesudah Agustus 1945 itu akan dibentuk sebuah Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Majelis pembuat Undang-Undang Dasar Negara guna memasukkan materi Islam itu ke dalam undang-undang dasar yang tetap, maka bersabarlah Ki Bagus Hadikusumo itu untuk menanti,” kenang Kasman dalam memoirnya.

Selain soal jaminan di atas, tokoh-tokoh Islam juga dihadapkan pada suatu situasi terjepit dan sulit, dimana kalangan sekular selalu mengatakan bahwa kemerdekaan yang sudah diproklamasikan membutuhkan persatuan yang kokoh. Inilah yang disebut Kasman dalam memoirnya bahwa kalangan sekular pintar memanfaatkan momen psikologis, dimana bangsa ini butuh persatuan, sehingga segala yang berpotensi memicu perpecahan harus diminimalisir. Dan yang perlu dicatat, tokoh-tokoh Islam yang dari awal menginginkan negeri ini merdeka dan bersatu, saat itu begitu legowo untuk tidak memaksakan kehendaknya mempertahankan tujuh kata tersebut, meskipun begitu pahit rasanya hingga saat ini. Sementara kalangan sekular-Kristen yang minoritas selalu membuat move politik yang memaksakan kehendak mereka.
Namun sikap toleran dan legowo tokoh-tokoh Islam ternyata dikhianati. Kasman sendiri akhirnya menyesal telah membujuk dan melobi Ki Bagus hingga akhirnya tokoh Muhammadiyah itu menerima penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Setelah berhasil melobi Ki Bagus, sebagaimana diceritakan Kasman dalam Memoirnya, ia gelisah dan tidak bisa tidur. Kepada keluarganya ia tidak bicara, diam membisu. Ia menceritakan dalam memoirnya,

”Alangkah terkejut saya waktu mendapat laporan dari Cudhanco Latief Hendraningrat, bahwa balatentara Dai Nippon (Jepang, pen) telah mengepung Daidan, dan kemudian merampas semua senjata dan mesiu yang ada di Daidan. Selesai laporan, maka Latief Hendraningrat hanya dapat menangis seperti anak kecil, dan menyerahkan diri kepada saya untuk dihukum atau diampuni. Nota bene, Latief sebelum itu, bahkan sebelum memberi laporannya telah meminta maaf terlebih dahulu.

Ya apa mau dibuat! Saya pun tak dapat berbuat apa-apa. Saya mencari kesalahan pada diri saya sendiri sebelum menunjuk orang lain bersalah. Ini adalah pelajaran Islam. Memang saya ada bersalah, mengapa saya sebagai militer kok ikut-ikutan berpolitik dengan memenuhi panggilan Bung Karno!?

….Malamnya tanggal (18 Agustus malam menjelang 19 Agustus 1945) itu sengaja saya membisu. Kepada keluargapun saya tidak banyak bicara, saya pun lelah, letih sekali hari itu, lagi pula kesal di hati. Siapa yang harus saya marahi?”

Kasman mengatakan, ada dua kehilangan besar dalam sejarah bangsa ini ketika itu. Pertama, penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang menjadi Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Kedua, hilangnya sejumlah senjata milik tentara Indonesia dan lain-lainnya yang sangat vital pada waktu itu.
Kasman menyadari dirinya terlalu praktis dan tidak berpikir jauh dalam memandang Piagam Jakarta. Ia hanya terbuai dengan janji Soekarno yang mengatakan bahwa enam bulan lagi akan ada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat yang akan dapat memperbaiki kembali semua itu. Padahal dalam waktu enam bulan, mustahil untuk melakukan sidang perubahan di tengah kondisi yang masih bergolak. Meski Kasman telah mengambil langkah keliru, namun niat di hatinya sesungguhnya sangat baik, ingin bangsa ini bersatu.
“Sayalah yang bertanggung jawab dalam masalalah ini, dan semoga Allah mengampuni dosa saya,” kata Kasman sambil meneteskan air mata, seperti diceritakan tokoh Muhammadiyah Lukman Harun, saat Kasman mengulang cerita peristiwa tanggal 18 Agustus itu.

Seolah ingin mengobati rasa bersalah atas penyesalannya pada peristiwa 18 Agustus 1945, pada sidang di Majelis Konstituante 2 Desember 1957, Kasman tak lagi sekadar menjadi “Singodimejo” tetapi berubah menjadi “Singa di Podium” yang menuntut kembalinya tujuh kata dalam Piagam Jakarta dan menolak Pancasila sebagai dasar negara. Dadanya seperti meledak, ingin menyuarakan aspirasi umat Islam yang telah dikhianati.

Dengan lantang dan berapi-api ia berpidato, “Saudara ketua, satu-satunya tempat yang tepat untuk menetapkan Undang-Undang Dasar yang tetap dan untuk menentukan dasar negara yang tentu-tentu itu ialah Dewan Konstituante ini! Justru itulah yang menjadi way out daripada pertempuran sengit di dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang telah pula saya singgung dalam pidato saya dalam pandangan umum babak pertama.
Saudara ketua, saya masih ingat, bagaimana ngototnya almarhum Ki Bagus Hadikusumo Ketua Umum Pusat Pimpinan Muhammadiyah yang pada waktu itu sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mempertahankan Islam untuk dimasukkan dalam muqoddimah dan Undang-Undang Dasar 1945. Begitu ngotot saudara ketua, sehingga Bung Karno dan Bung Hatta menyuruh Mr T.M Hassan sebagai putra Aceh menyantuni Ki Bagus Hadikusumo guna menentramkannya. Hanya dengan kepastian dan jaminan bahwa 6 bulan lagi sesudah Agustus 1945 kita akan bentuk sebuah Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Majelis Pembuat Undang-Undang Dasar yang tetap, maka bersabarlah Ki Bagus Hadikusumo untuk menanti.
Saudara ketua, kini juru bicara Islam Ki Bagus Hadikusumo itu telah meninggalkan kita untuk selama-lamannya, karena telah berpulang ke rahmatullah. Beliau telah menanti dengan sabarnya, bukan menanti 6 bulan seperti yang telah dijanjikan kepadanya. Beliau menanti, ya menanti sampai dengan wafatnya…
Gentlement agreement itu sama sekali tidak bisa dipisahkan daripada “janji” yang telah diikrarkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia kepada kami golongan Islam yang berada dalam panitia tersebut. Di dalam hal ini Dewan Konstituante yang terhormat dapat memanggil Mr. T.M Hassan, Bung Karno dan Bung Hatta sebagai saksi mutlak yang masih  hidup guna mempersaksikan kebenaran uraian saya ini…
Saudara ketua, di mana lagi jika tidak di Dewan Konstituante yang terhormat ini, saudara ketua, di manakah kami golongan Islam menuntut penunaian “janji” tadi itu? Di mana lagi tempatnya? Apakah Prof Mr Soehardi mau memaksa kita mengadakan revolusi? Saya persilakan saudara Prof Mr Soehardi menjawab pertanyaan saya ini secara tegas! Silakan!

Saudara ketua, jikalau dulu pada tanggal 18 Agustus 1945 kami golongan Islam telah difait-a complikan dengan suatu janji dan/atau harapan dengan  menantikan waktu 6 bulan, menantikan suatu Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk membuat Undang-Undang Dasar yang baru dan yang permanen, saudara ketua, janganlah kami golongan Islam  di Dewan Konstituante  sekarang ini difait-a complikan lagi dengan anggapan-anggapan semacam: Undang-Undang Dasar Sementara dan Dasar Negara tidak boleh dirubah, tidak boleh diganti, tidak boleh diganggu gugat! Sebab fait-a compli semacam itu sekali ini, saudara ketua, hanya akan memaksa dada meledak!”

Pidato Kasman di Sidang Konstituante yang sangat menyengat dan mengusulkan Islam sebagai dasar negara sungguh sebuah penebusan kesalahan yang sangat luar biasa.Dalam pidato tersebut, Kasman secara detil mengemukakan alasan-alasannya mengapa Islam layak dijadikan dasar negara, dan mempersilakan golongan lain untuk mengemukakan alasan-alasannya terhadap Pancasila.

Bagi Kasman, Islam adalah sumber mata air yang tak pernah kering dan tak akan ada habisnya  untuk digunakan sebagai dasar dari NKRI ini, jika negara ini dilandaskan pada Islam. Sedangkan Pancasila yang dijadikan dasar negara tak lebih seperti “air dalam tempayan”, yang diambil diangsur, digali dari “mata air” atau sumber yang universal itu, yaitu Islam.

Kasman mengatakan, “Ada yang mengira, si penemu—katakan kalau mau, ‘si penggali’ air dalam tempayan itu adalah sakti mandra guna, dianggapnya hampir-hampir seperti Nabi atau lebih daripada itu, dan tidak dapat diganggu gugat. Sedang air dalam tempayan itu, lama kelamaan, secara tidak terasa mungkin, dianggapnya sebagai air yang keramat, ya sebagai supergeloof (ideologi yang luar biasa, pen) yang tidak dapat dibahas dengan akal manusia, dan yang tidak boleh didiskusikan lagi di Konstituante sini. Masya Allah!”

Begitulah sekelumit kisah di balik penghapusan syariat Islam dalam naskah Piagam Jakarta. Ada dusta dan khianat dari mereka yang memberi janji-janji muluk kepada tokoh-tokoh Islam saat itu. Ada upaya-upaya yang jelas dan tegas untuk memarjinalkan Islam. Menggunting dalam lipatan, menelikung di tengah jalan, adalah politik yang dilakukan kelompok-kelompok yang tidak ingin negara ini berlandaskan pada syariat Islam.

Inilah pelajaran berharga bagi umat Islam, dimana sikap toleran kita terhadap kelompok minoritas justru dihadiahi janji-janji palsu dan dusta. Umat Islam harus menagih janji itu, bahwa Piagam Jakarta harus kembali diberlakukan!

 25 June 2012
Artawijaya

Minggu, 24 Juni 2012

Dampak Pendidikan Karakter Terhadap Akademi Anak


Saat ini mulai marak dibicarakan mengenai pendidikan karakter. Tetapi yang masih umum diterapkan mengenai pendidikan karakter ini masih pada taraf jenjang pendidikan pra sekolah (taman bermain dan taman kanak-kanak). sementara pada jenjang sekolah dasar dan seterusnya masih sangat-sangat jarang sekali. kurikulum pendidikan di Indonesia masih belum menyentuh aspek karakter ini, meskipun ada pelajaran pancasila, kewarganegaraan dan semisalnya, tapi itu masih sebatas teori dan tidak dalam tataran aplikatif. Padahal jika Indonesia ingin memperbaiki mutu SDM dan segera bangkit dari ketinggalannya, maka indonesia harus merombak istem pendidikan yang ada saat ini.

Mungkin banyak yang bertanya-tanya sebenarnya apa sih dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership. Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.

Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Sebuah buku yang baru terbit berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.

Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.
Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter.
Selain itu Daniel Goleman juga mengatakan bahwa banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya entah karena kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak. Namun ini semua dapat dikoreksi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah. Namun masalahnya, kebijakan pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan otak, dan hanya baru-baru ini saja pentingnya pendidikan budi pekerti menjadi bahan pembicaraan ramai. Ada yang mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dibuat hanya cocok untuk diberikan pada 10-20 persen otak-otak terbaik. Artinya sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak dapat mengikuti kurikulum pelajaran di sekolah. Akibatnya sejak usia dini, sebagian besar anak-anak akan merasa “bodoh” karena kesulitan menyesuaikan dengan kurikulum yang ada. Ditambah lagi dengan adanya sistem ranking yang telah “memvonis” anak-anak yang tidak masuk “10 besar”, sebagai anak yang kurang pandai. Sistem seperti ini tentunya berpengaruh negatif terhadap usaha membangun karakter, dimana sejak dini anak-anak justru sudah “dibunuh” rasa percaya dirinya. Rasa tidak mampu yang berkepanjangan yang akan membentuk pribadi yang tidak percaya diri, akan menimbulkan stress berkepanjangan. Pada usia remaja biasanya keadaan ini akan mendorong remaja berperilaku negatif. Maka, tidak heran kalau kita lihat perilaku remaja kita yang senang tawuran, terlibat kriminalitas, putus sekolah, dan menurunnya mutu lulusan SMP dan SMU.

Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti plus adalah suatu yang urgent untuk dilakukan. Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP dan SMU, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia. Kami ingin mengutip kata-kata bijak dari pemikir besar dunia.

Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu “education without character”(pendidikan tanpa karakter).
Dr. Martin Luther King juga pernah berkata: “Intelligence plus character….that is the goal of true education” (Kecerdasan plus karakter….itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya).
Juga Theodore Roosevelt yang mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat)..

O leh:
  • Russell T. Williams (Jefferson Center For Character Education-USA)
  • Ratna Megawangi (Indonesia Heritage Foundation)

.... BIARKAN HATIMU BICARA ....


Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... 
Suatu ketika, ada seorang pendaki gunung yang sedang bersiap-siap melakukan perjalanan. Di punggungnya, ada ransel carrier dan beragam carabiner(pengait) yang tampak bergelantungan. Tak lupa tali-temali yang disusun melingkar di sela-sela bahunya. Pendakian kali ini cukup berat,persiapan yang dilakukan pun lebih lengkap.

Kini, di hadapannya menjulang sebuah gunung yang tinggi. Puncaknya tak terlihat, tertutup salju yang putih. Ada awan berarak-arak disekitarnya, membuat tak seorangpun tahu apa yang tersembunyi didalamnya. Mulailah pendaki muda ini melangkah, menapaki jalan-jalan bersalju yang terbentang di hadapannya. Tongkat berkait yang di sandangnya, tampak menancap setiap kali ia mengayunkan langkah.

Setelah beberapa berjam-jam berjalan, mulailah ia menghadapi dinding yang terjal. Tak mungkin baginya untuk terus melangkah. Dipersiapkannya tali temali dan pengait di punggungnya. Tebing itu terlalu curam, ia harus mendaki dengan tali temali itu. Setelah beberapa kait ditancapkan,tiba-tiba terdengar gemuruh yang datang dari atas. Astaga, ada badai salju yang datang tanpa disangka.

Longsoran salju tampak deras menimpa tubuh sang pendaki. Bongkah-bongkah salju yang mengeras, terus berjatuhan disertai deru angin yang membuat tubuhnya terhempas-hempas ke arah dinding.

Badai itu terus berlangsung selama beberapa menit. Namun, untunglah,tali-temali dan pengait telah menyelamatkan tubuhnya dari dinding yang curam itu. Semua perlengkapannya telah lenyap, hanya ada sebilah pisau yang ada di pinggangnya.

Kini ia tampak tergantung terbalik di dinding yang terjal itu. Pandangannya kabur, karena semuanya tampak memutih. ia tak tahu dimana ia berada. Sang pendaki begitu cemas, lalu ia berkomat-kamit, memohon doa kepada Tuhan agar diselamatkan dari bencana ini. Mulutnya terus bergumam, berharap ada pertolongan Tuhan datang padanya.

Suasana hening setelah badai. Di tengah kepanikan itu, tampak terdengar suara dari hati kecilnya yang menyuruhnya melakukan sesuatu. “Potong tali itu…. potong tali itu. Terdengar senyap melintasi telinganya. Sang pendaki bingung, apakah ini perintah dari Tuhan? Apakah suara ini adalah pertolongan dari Tuhan?

Tapi bagaimana mungkin, memotong tali yang telah menyelamatkannya, sementara dinding ini begitu terjal? Pandanganku terhalang oleh salju ini, bagaimana aku bisa tahu? Banyak sekali pertanyaan dalam dirinya. Lama ia merenungi keputusan ini, dan ia tak mengambil keputusan apa-apa…

Beberapa minggu kemudian, seorang pendaki menemukan ada tubuh yang tergantung terbalik di sebuah dinding terjal. Tubuh itu tampak membeku,dan tampak telah meninggal karena kedinginan. Sementara itu, batas tubuh itu dengan tanah, hanya berjarak 1 meter saja….

***

Sahabat, mungkin kita akan berkata, betapa bodohnya pendaki itu, yang tak mau menuruti kata hatinya. Kita mungkin akan menyesalkan tindakan pendaki itu yang tak mau memotong saja tali pengaitnya. Pendaki itu tentu akan bisa selamat dengan membiarkannya terjatuh ke tanah yang hanya berjarak 1 meter. Ia tentu tak harus mati kedinginan karena tali itulah yang justru membuatnya terhalang.

Begitulah, kadang kita berpikir, mengapa Sang Pencipta tampak tak melindungi hamba-Nya? Kita mungkin sering merasa, mengapa ada banyak sekali beban,masalah, hambatan yang kita hadapi dalam mendaki jalan kehidupan ini.
Kita sering mendapati ada banyak sekali badai-badai salju yang terus menghantam tubuh kita. Mengapa tak disediakan saja, jalan yang lurus,tanpa perlu menanjak, agar kita terbebas dari semua halangan itu?

Namun sahabat, cobaan yang diberikan Sang Pencipta buat kita, adalah latihan,adalah ujian, adalah layaknya besi-besi yang ditempa, adalah seperti pisau-pisau yang terus diasah. Sesungguhnya, di dalam semua ujian, dan latihan itu,ada tersimpan petunjuk-petunjuk, ada tersembunyi tanda-tanda, asal KITA PERCAYA. Ya, asal kita percaya.

Seberapa besar rasa percaya kita kepada Sang Pencipta, sehingga mampu membuat kita “memotong tali pengait” saat kita tergantung terbalik? Seberapa besar rasa percaya kita kepada Sang Pencipta, hingga kita mau menyerahkan semua yang ada dalam diri kita kepada-Nya?

Karena percaya adanya di dalam hati, maka tanamkan terus hal itu dalam kalbumu.
Karena rasa percaya tersimpan dalam hati,maka penuhilah nuranimu dengan kekuatan itu.

Sahabat-ku, percayalah, akan ada petunjuk-petunjuk Sang Pencipta dalam setiap langkah kita menapaki jalan kehidupan ini. Carilah, gali, dan temukan rasa percaya itu dalam hatimu. Sebab, saat kita telah percaya, maka petunjuk itu akan datang dengan tanpa disangka.

Kurikulum Pendidikan Karakter


Kurikulum

 

Apa Itu Karakter?

Dennis Coon dalam bukunya Introduction to Psychology : Exploration and Aplication mendefinisikan karakter sebagai suatu penilaian subyektif terhadap kepribadian seseorang yang berkaitan dengan atribut kepribadian yang dapat atau tidak dapat diterima oleh masyarakat. Karakter adalah jawaban mutlak untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik didalam masyarakat.

Beda Karakter dan Kepribadian (Sifat Dasar)

Kepribadian adalah hadiah dari Tuhan Sang Pencipta saat manusia dilahirkan dan setiap orang yang memiliki kepribadian pasti ada kelemahannya dan kelebihannya di aspek kehidupan sosial dan masing-masing pribadi. Kepribadian manusia secara umum ada 4, yaitu : KolerisSanguinisPhlegmatisMelankolis.
Nah, Karakternya dimana? Saat setiap manusia belajar untuk mengatasi dan memperbaiki kelemahannya, serta memunculkan kebiasaan positif yang baru, inilah yang disebut dengan Karakter. Misalnya, seorang dengan kepribadian Sanguin yang sangat suka bercanda dan terkesan tidak serius, lalu sadar dan belajar sehingga mampu membawa dirinya untuk bersikap serius dalam situasi yang membutuhkan ketenangan dan perhatian fokus, itulah Karakter.

Mengapa Seorang Anak Butuh Pendidikan Karakter?

Pada dasarnya, pada perkembangan seorang anak adalah mengembangkan pemahaman yang benar tentang bagaimana dunia ini bekerja, mempelajari ”aturan main” segala aspek yang  ada di dunia ini . Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter

Ada 3 Cara Mendidik Karakter Anak:

1. Ubah Lingkungannya, melakukan pendidikan karakter dengan cara menata peraturan serta konsekuensi di sekolah dan dirumah.
2. Berikan Pengetahuan, memberikan pengetahuan bagaimana melakukan perilaku yang diharapakan untuk muncul dalam kesehariannya serta diaplikasikan.
3. Kondisikan Emosinya, emosi manusia adalah kendali 88% dalam kehidupan manusia. Jika mampu menyentuh emosinya dan memberikan informasi yang tepat maka informasi tersebut akan menetap dalam hidupnya.

Karakter apa yang perlu ditumbuhkan dan dibentuk dalam diri anak?

  1. Karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya
  1. Kemandirian dan Tanggung Jawab
  1. Kejujuran atau Amanah, Diplomatis
  1. Hormat dan Santun
  1. Dermawan, Suka Tolong Menolong & Gotong Royong
  1. Percaya Diri dan Pekerja Cerdas
  1. Kepemimpinan dan Keadilan
  1. Baik dan Rendah Hati
  1. Karakter Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan.

Saat ini kami memiliki 3 program pendidikan karakter yang menjadi fokus dari kurikulum kami, yaitu :

1. Training Guru

Terkait dengan program pendidikan karakter disekolah, bagaimana menjalankan dan melaksanakan pendidikan karakter disekolah, serta bagaimana cara menyusun program dan melaksanakannya, dari gagasan ke tindakan.
Program ini membekali dan memberikan wawasan pada guru tentang psikologi anak, cara mendidik anak dengan memahami mekanisme pikiran anak dan 3 faktor kunci untuk menciptakan anak sukses, serta kiat praktis dalam memahami dan mengatasi anak yang bermasalah dengan perilakunya.

2. Program Kurikulum Pendidikan Karakter

Kami memberikan sistem pengajaran dan materi yang lengkap (untuk 1 tahun ajaran) serta detail dan aplikasi untuk sekolah dan materi untuk orang tua murid. Materi ini telah diuji coba lebih dari 5 tahun, disamping itu dalam program ini ada pendampingan dan training khusus untuk guru.

Training khusus guru ini dikhususkan untuk menciptakan suksesnya pendidikan karakter disekolah, disamping pemberian materi yang “advance” dari program training guru pertama. Karena disini para guru akan mempelajari aspek psikologi manusia (bukan hanya anak, tetapi untuk dirinya sendiri) dan menanamkan nilai-nilai kehidupan yang baik pada dirinya, murid dan keluarga. Guru akan memiliki “tools” untuk membantu menciptakan anak yang berkarakter lebih baik.

3. Program Bimbingan Mental

Program ini terbagi menjadi dua sesi program :
Sesi Workshop Therapy, yang dirancang khusus untuk siswa usia 12 -18 tahun. Workshop ini bertujuan mengubah serta membimbing mental anak usia remaja. Workshop ini bekerja sebagai “mesin perubahan instant” maksudnya setelah mengikuti program ini anak didik akan berubah seketika menjadi anak yang lebih positif.

Sesi Seminar Khusus Orangtua Siswa, membantu orangtua mengenali anaknya dan memperlakukan anak dengan lebih baik, agar anak lebih sukses dalam kehidupannya. Dalam seminar ini orangtua akan mempelajari pengetahuan dasar yang sangat bagus untuk mempelajari berbagai teori psikologi anak dan keluarga. Memahami konsep menangani anak di rumah dan di sekolah, serta lebih mudah mengerti dan memahami jalan pikiran anak, pasangan dan orang lain.


Wajah Pendidikan di Indonesia


Kita sebagai orang tua seringkali mengikutkan anak kita berbagai macam les tambahan di luar sekolah seperti les matematika, les bahasa inggris, les fisika dan lain-lain. Saya yakin hal ini kita dilakukan untuk mendukung anak agar tidak tertinggal atau menjadi yang unggul di sekolah. Bahkan, terkadang ide awal mengikuti les tersebut tidak datang dari si anak, namun datang dari kita sebagai orang tua. Benar tidak?
Memang, saat ini kita menganggap tidak cukup jika anak kita hanya belajar di sekolah saja, sehingga kita mengikutkan anak kita bermacam-macam les. Kita ingin anak kita pintar berhitung, kita ingin anak kita mahir berbahasa inggris, kita juga ingin anak kita jago fisika dan lain sebagainya. Dengan begitu, anak memiliki kemampuan kognitif yang baik.

Ini tiada lain karena, pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognisi. Dengan pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan. Apa itu? Yaitu memberikan pendidikan karakter pada anak didik. Saya mengatakan hal ini bukan berarti pendidikan kognitif tidak penting, bukan seperti itu!
Maksud saya, pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter.


Ada sebuah kata bijak mengatakan, ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik. Lalu apa sih pendidikan karaker itu?

Jadi, Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakter pada anak didik. Saya mengutip empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster. Pertama, pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut. Kedua, adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru. Ketiga, adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.


Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya. Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan.

Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik.

Berpijak pada empat ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam pola pendidikan yang diberikan pada anak didik. Misalanya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anak didik akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau menurut saya, sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan memilih kita dan pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni dengan cara berkomitmen pada pilihan tersebut.

Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.


Salam
Timothy Wibowo

19. Pendidikan Karakter Dari Seorang Ayah


Pendidikan Karakter Dari Seorang Ayah

“Satu Ayah lebih berharga dari 100 guru disekolah” – George Herbert


Ada sebuah kisah, tentang seorang ayah yang sudah terpisah lama dengan anaknya. Karena suatu hal, sang anak lari dari rumah dan sang ayah mencarinya selama berbulan-bulan tanpa hasil. Akhirnya munculah ide dari sang ayah, untuk memasang iklan di Koran, surat kabar yang paling besar dan terkenal se Ibukota.  Bunyi iklan tersebut: “Pato sayang, temui aku di depan kantor surat kabar ini, jam 12 siang hari sabtu ini. Semua sudah aku ampuni, aku mengasihimu nak”. Lalu hari yang di tunggu tiba, ternyata ada 800 orang bernama Pato berkumpul mencari pengampunan dari seorang ayah yang sangat mengasihi.

Data dari statistic mengatakan bahwa orang yang bertumbuh tanpa kasih sayang  seorang ayah akan tumbuh dengan kelainan perilaku, kecenderungan bunuh diri dan menjadi criminal yang kejam.  Sekitar 70% para penghuni penjara dengan hukuman seumur hidup adalah orang yang bertumbuh tanpa ayah (tanpa kedekatan emosional dari ayahnya).


Ada 2 hal penting rahasia sukses dari seorang ayah yang bisa diturunkan kepada anaknya. Apa itu?

1. Pelajaran Untuk Survival. Dari ayah kita akan belajar mengenai pelajaran yang sangat kompleks tentang bertahan hidup. Kenapa kompleks, sebab banyak hal yang perlu di “jaga” kestabilannya dalam hidup. Dalam keluarga, bagaimana ayah berperan dalam keluarga, memperlakukan ibu kita – yang kelak akan kita contoh dan duplikasi kepada pasangan kita. Membantu membesarkan hati anak jika ada masalah – kelak akan kita lakukan juga pada anak kita (ingat menjadi orangtua tidak ada sekolahnya, kita hanya mencontoh apa yang orang tua kita lakukan kepada kita). Kehidupan ekonomi keluarga, bagaimana ayah berperan dalam hal memenuhi kebutuhan keluarga. Dalam hal bertahan hidup kita akan belajar dari seorang ayah.

2. Masalah Karir. Yang satu ini adalah penting jika kita ingin sukses secara financial dan karir, maka perbaiki hubungan kita dengan ayah (bagi yang sudah besar) bagi kaum ayah muda, berelasilah dengan baik dengan anak anda. Kenapa? Dari seorang ayah, akan “diturunkan” kemampuan berkarir dan mendapatkan kemudahan dalam karir. Ingat yang point pertama, secara mendasar kita belajar survival dan dalam urusan bekerja seorang ayah adalah “mesin pencetak uang”. Relasi yang baik antara ayah dan anak akan sangat membantu sang anak untuk menuai sukses dikemudian hari saat dia memasuki dunia kerja.

Banyak klien saya yang hubungan dan relasinya hancur dengan sang ayah sejak lama, kemudian dengan segala kerendahan hatinya memulai hubungan yang baru dan saling memaafkan maka rejekinya juga berubah. Disamping itu juga Doa seorang ayah untuk anaknya bagaikan “turbo” untuk kesuksesan seorang anak. Bahkan doa yang benar-benar dilakukan seorang ayah, mampu mengubah karir seorang anak jauh melampaui karirnya sang ayah. Banyak kasus terjadi di dalam ruang terapi saya, pekerjaan yang buntu hanya perlu berbaikan pada sang ayah. Mudah bukan?


Figur seorang Ayah adalah figur yang sangat penting dijaman sekarang ini. Karena banyak sekali anak yang kehilangan figur seorang ayah dan mencari perhatian ayahnya dengan melakukan apa yang kita sebut “kenakalan”.

“Kulakukan ini semua untuk keluarga” adalah jawaban klasik yang muncul di mulut kebanyakan ayah, “saya bekerja untuk siapa kalau bukan untuk keluarga”, tetapi yang sering terjadi adalah keluarga menjadi korban. Maunya yang terbaik buat keluarga tetapi keluarga jadi korbannya kelak dan dimasa tuanya terjadi kebingungan, kenapa keluarga kok amburadul semua, “salah dimana?” Ya tentunya anda sekalian tahu dimana letak salahnya, bukan.

Seorang manusia, akan mempunyai kehidupan yang maksimal jika “dia diampuni dan mau mengampuni”. Ini adalah dasarnya. Bagi anda seorang ayah, maukah anda mengampuni anak dan minta maaf kepada anak untuk kebaikannya kelak dikehidupan masa depan? Dan anda sendiri sebagai ayah akan menjadi ayah yang sangat maksimal bagi keluarga dan lingkungan sekitar anda.

Para Ayah, anda sangat dirindukan dan dibutuhkan anak-anak anda untuk bekal kehidupan di masa depannya. Jangan habiskan seluruh energy dan waktu di tempat kerja, sehingga waktu dirumah hanyalah sisa energy dan duduk menonton tv atau membaca koran. Seorang anak perlu pelukan dan telinga dari ayahnya untuk mendengar, mengerti apa yang diceritakan sang anak.

Ajarkan kebenaran tentang moral dan sopan santun dan tentunya para ayah tidak akan menyesal kelak dalam kehidupan dewasa sang anak akan mengamalkan didikan dari sang ayah.

“Seorang ayah mampu membantu menggerakan perekonomian dunia dan mensejaterahkan kehidupan yang lebih layak untuk kehidupan di BUMI ini” – Timothy Wibowo.

Salam

Timothy Wibowo

18. Bagaimana Membentuk Karakter Mandiri Pada Anak



Bagaimana Membentuk Karakter Mandiri Pada Anak

Permasalahan kali ini yang saya ingin bahas adalah permasalahan seorang anak yang manja dan kurang mandiri. Orang tua sering mengeluhkan kepada saya. Aduh anak saya ini kurang mandiri, gimana caranya ya membuat dia mandiri. Kayaknya dia ini terlalu manja dech. Saya dulu dibesarkan orang tua dengan ekonomi yang pas-pasan. Akhirnya saya jadi berjuang sendiri untuk melakukan segala sesuatu. Anak saya ini sepertinya terlalu enak.

Biasanya ketika orang tua mulai mengeluhkan seperti itu, saya hanya berbalik menanyakan kepada mereka. “Pak, Bu.. sebenarnya Anda sudah tahu kan jawabannya harus bagaimana?”, “Lho maksud Anda bagaimana?” Mereka balik bertanya, “tadi Bapak Ibu sudah mengatakan bahwa ketika Anda dulu di besarkan pas-pasan dan Anda harus melakukannya semua sendiri. Dan anak Anda sekarang terlalu nyaman karena semua sudah Anda sediakan. Justru itulah permasalahannya, Anda menyediakan segala sesuatunya bagi anak Anda tanpa membuat dia berjuang. Anda sudah tahu permasalahannya tapi Anda masih lakukan”. Mereka mulai menyadari permasalahannya sekarang. “Tapi bagaimana lagi kan kasihan? Daripada dia repot-repot”. Justru itulah permasalahannya, kita tidak mau membuat anak kita repot. Sebenarnya itu tidak membuat anak kita repot. Sebenarnya itu untuk latihan yang perlu di jalaninya agar dia bisa mengembangkan dirinya.

Anak-anak yang kurang mandiri dan manja, adalah anak-anak yang tidak mengembangkan otonominya. Anda perlu tahu bahwa pada satu tahap perkembangan anak, mereka mempunyai sebuah tahap dimana mereka ingin otonomi lebih besar. Ini dimulai ketika mereka berusia 2 atau 3 tahun. Dia ingin melakukan sesuatu saat itu. Tetapi biasanya kita orang tua terkadang terlalu melindungi anak. Ketika dia ingin memanjat kursi, kita larang dia, “jangan nanti jatuh”. Ketika dia memegang sesuatu tidak kita perbolehkan karena takut pecah dan lain sebagainya. Nah, akhirnya anak ini menjadi pasif dan hanya menunggu apa yang kita berikan atau apa yang diberikan oleh pengasuhnya. Ketika hal ini terjadi bertahun-tahun maka kita sudah mulai membentuk sebuah pola dalam diri anak kita. Untuk menjadi pasif dan tidak mandiri. Cobalah Anda memberikan sebuah latihan agar anak-anak mengerjakan sendiri.

Jika Anda mempunyai anak yang sudah menginjak kelas 1 SD, sebaiknya jangan bawakan tasnya ketika dia turun dari mobil. Anda mungkin berpendapat, “aduh.. saya kan harus berangkat kerja, kalau tunggu dia lama banget”. Itu tidak boleh di lakukan. Anda bisa berangkat lebih awal jika Anda tahu itu akan membuat Anda terlambat dan biarkan dia bawa tasnya sendiri masuk ke kelasnya. Jangan hanya karena kita tidak mau repot akhirnya “udah sini tak bawain sudah masuk di kelas”. Itulah hal-hal kecil yang membuat anak Anda jadi kurang mandiri. Jika dia sudah bisa mengembalikan piring yang dia gunakan untuk makan ke tempat cucian, biar dia melakukannya. “Lho.. kalau begitu apa gunanya pembantu yang saya bayar”. Justru itulah masalahnya Anda tidak memberikan kesempatan anak Anda untuk mengembangkan dirinya. Semua itu perlu latihan. Anda tidak bisa membuat seorang anak mandiri tanpa sebuah proses. Sama seperti ketika dulu kita di besarkan oleh kondisi susah payah oleh orang tua kita. Saat itu orang tua kita mungkin tidak sengaja melakukan hal tersebut pada kita. Bahkan mungkin mereka merasa bersalah karena tidak bisa melayani kita sebaik mungkin. Tetapi justru itulah yang baik ternyata bagi kita, bagi perkembangan kita. Kita akhirnya menjadi seorang yang mandiri. Dan kemudian ketika kita sekarang sudah menjadi orang yang berhasil kita tidak melakukan itu pada anak, dengan alasan kasian.

Para pembaca yang budiman, inilah permasalahannya kita harus melatih anak kita untuk memiliki karakter mandiri. Kita harus memberikan kesempatan pada mereka seluas-luasnya untuk mengembangkan diri dengan mengerjakan banyak hal kecil-kecil yang sangat-sangat berguna bagi perkembangan karakternya. Ketika seorang anak  mengembalikan piring makannya di tempatnya, mengangkat tasnya sendiri, mengembalikan sepatunya pada saat dia telah selesai pakai, atau melakukan kegiatan kecil-kecil maka si anak akan merasakan sebuah harga diri yang positif. Dia akan merasa bahwa dirinya sejajar dengan orang dewasa yang melakukan hal-hal tersebut. Ini akan membuat percaya dirinya melambung tinggi. Oleh karena itu berikanlah kesempatan ini pada anak-anak anda. Anda tidak akan pernah kecewa melihat mereka bertumbuh dan berkembang dengan semangat kemandirian ketika mereka  mulai menginjak masa-masa remaja.

Jadi pastikanlah Anda memberikan suatu kesempatan pada anak Anda untuk melakukan apa-apa yang dia telah mampu lakukan. Itulah kunci untuk membantu seorang anak memiliki karakter mandiri, percaya diri dan mampu mengerjakan segala sesuatu dengan tanggung jawab penuh.


Salam
Timothy Wibowo

16. Cara Ampuh Mengatasi Persaingan Antar Saudara



Cara Ampuh Mengatasi Persaingan Antar Saudara

Jika Anda punya anak tunggal tentu tidak akan mengalami masalah ini. Tetapi jika Anda punya 2 orang anak atau bahkan lebih, maka ini adalah sesuatu yang bisa membuat kepala Anda pusing, bahkan bisa membuat Anda histeris mungkin. Banyak orang tua sering mengeluhkan, saya nggak abis pikir dia itu bisa mengirikan kakaknya atau bagaimana dia bisa mengirikan adiknya. “Kan saya sudah berlaku adil terhadap mereka” ungkap orang tua pada umumnya. Anda tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan masalah ini? Persaingan antar saudara mau tidak mau pasti terjadi. Ini adalah sebuah masalah untuk menunjukkan jati diri dari masing-masing anak. Setiap manusia bahkan anak-anak ingin dirinya dianggap sebagai sosok individu yang special. Nah,inilah yang terjadi pada anak-anak kita.

Seorang kakak dipuji karena ia pandai menggambar misalkan, pandai berhitung misalkan. Nah, si adik tentunya juga ingin dipuji, tetapi bukan terhadap hal yang sama mungkin. Mungkin ia akan merasa bahwa, “ah.. saya tidak mungkin bersaing disitu karena kakak saya lebih bagus” atau “adik saya lebih bagus”. Maka ia akan mencari bidang yang lain. Jika Anda tidak tanggap terhadap hal ini, inilah yang akan memicu persaingan itu jadi semakin sengit. Seringkali orang tua mengatakan “aduh..hebatnya kamu”. Nah, ketika ia mengatakan ini di depan adik atau kakak maka adik atau kakak tersebut bisa jadi akan merasa tersinggung, “Koq dia yang dipuji, saya koq tidak”.Bagaimana mengatasi hal ini? Inilah caranya:


1. Sederhana sekali, misalkan Anda berhadapan dengan anak nomor 1 dan Anda ingin memuji dia. Anda bisa mengatakan seperti ini, “Wah.. hebat nih, bagus sekali gambar kamu, sama ya seperti juga gambar adik”. Anda memuji anak Anda yang nomor 1, tetapi Anda juga memuji adiknya. Atau sebaliknya Anda berhadapan dengan anak Anda yang nomor 2 dan di dekatnya ada anak nomor 1. Anda mengatakan, “nah.. ini nih baru anak mama hebat sama seperti kakaknya”. Kebanyakan yang di lakukan para orang tua adalah memuji secara personal anak yang bersangkutan. Misalkan seorang adik bisa menyelesaikan sebuah tugas dengan baik, kebanyakan orang tua langsung memujinya “nah.. gitu hebat”. Nah, jika anak yang pertama Anda diam, bukan berarti dia tidak punya perasaan apapun disana. Jika ini sering terjadi dibawah sadarnya dia akan merasa bahwa, “ah.. papa atau mama sayangnya hanya sama adik, sama saya tidak”. Ini bisa terjadi, jadi berhati-hatilah terhadap hal tersebut. Jika Anda memuji anak Anda, pastikan jika ada anak lain disana puji anak tersebut secara tidak langsung. Jika tidak ada anak lainnya Anda boleh sampaikan pujian Anda secara personel pada anak tersebut.


2. Masalah yang lain adalah kurangnya waktu pribadi dengan masing-masing anak. Suatu hari saat selesai sebuah seminar, seorang bapak menghampiri saya dan mengatakan bahwa dia punya permasalahan untuk mengatasi persaingan antara anak-anaknya. Dia punya 2 orang anak dan dia mengatakan bahwa dia sudah bersikap adil pada mereka semua. Bahkan mereka selalu keluar bersama-sama sebagai sebuah keluarga, tetapi mengapa hal ini masih bisa terjadi. Kemudian saya bertanya pada sang bapak ini. “Pak, apakah bapak pernah mengajak salah seorang anak saja untuk pergi keluar bersama bapak sendiri. Atau mungkin bersama bapak dan ibu”. “Itu tak pernah terjadi selama 13 tahun saya menikah dan saya berkeluarga. Kita selalu pergi bersama-sama”. Nah, inilah masalahnya. “Loh.. koq bisa?” kata bapak itu terkejut, mungkin Anda bisa juga mengatakan oh.. bukankah itu juga hal yang bagus? Keluar bersama-sama sebagai sebuah keluarga. Bukankah itu menjalin sebuah kebersamaan. Ya, itu memang menjalin sebuah kebersamaan, tetapi anak Anda juga memerlukan sesuatu yang lain lagi. Dia ingin dianggap sebagai individu yang special. Ketika Anda keluar hanya dengan salah satu anak saja, katakanlah dengan anak nomor 1 saja kali ini, maka dia akan merasa bahwa dirinya special. Ia akan merasa bahwa dirinya adalah yang diperhatikan untuk saat itu. Lain kali Anda keluar dengan anak nomor 2 saja dan dia akan merasa bahwa dia juga diperhatikan. Karena sebagai anak nomor 2, hal yang yang sering terjadi adalah dia akan selau merasa sebagai nomor 2, karena memang itulah kenyataannya. Dia tidak akan pernah merasakan kapan jadi nomer 1. Nah, sampai dia tua pun si kakak pasti jadi nomor 1 dan ia jadi nomor 2, bukankah seperti itu. Karena itu Anda perlu mengantisipasi perasaan ini, dengan cara menjadikannya nomor 1 pada satu waktu tertentu. Ajak dia keluar, istimewakan dia, buat dia merasa bahwa “yes.. sekarang saya nomor 1″. Imbangi dengan sebuah nasehat bahwa kakaknya juga penting. Katakan kepada anak Anda yang nomor 2 misalkan pada saat Anda mungkin mengajaknya makan di restaurant, “hey.. kalau kita belikan kakak makanan kesukaanya bagaimana? nanti kamu yang kasih oke”. Disini Anda membuatnya merasa penting, tetapi Anda juga membuatnya untuk mempunyai rasa perduli pada saudaranya sendiri.


Nah, itu adalah hal-hal yang kecil yang anda perlu lakukan agar persaingan-persaingan seperti ini tidak mencuat jadi sebuah isu yang panas di keluarga Anda. Lakukan hal ini sejak mereka masih kecil. Wah kalau anak saya sudah besar sekarang bagaimana? Anda masih punya waktu untuk melakukannya sekarang. Perbaiki semuanya dan Anda akan melihat hubungan mereka akan jauh lebih baik lagi dan sebagai sebuah keluarga akan sangat kokoh dan sangat kuat.


Salam
Timothy Wibowo

15. Peran Pola Asuh Dalam Membentuk Karakter Anak



Peran Pola Asuh Dalam Membentuk Karakter Anak

“Jangan mengkuatirkan bahwa anak-anak tidak mendengarkan Anda, kuatirkanlah bahwa mereka selalu mengamati Anda” – Robert Fulghum


Berhasil mendidik anak-anak dengan baik adalah impian semua guru dan orang tua. Setiap guru dan orang tua pasti ingin agar anaknya bisa sukses dan bahagia, namun apakah pada kenyataannya semudah itu? Mayoritas orangtua pernah mengalami kesulitan dalam mendidik buah hati tercinta

Para guru dan orang tua, ijinkan saya bertanya kepada Anda… Pernahkan kita berpikir bahwa program negatif yang (mungkin) secara tidak sengaja kita tanamkan ke pikiran bawah sadar anak kita, akan terus mendominasi dan mengendalikan hidupnya – membuatnya jadi berantakan di masa depan? Jika mau jujur melakukan evaluasi pada diri sendiri, bisa jadi kita semua termasuk saya sebagai orang tua telah dan sedang melakukan hal ini terhadap anak-anak kita.


Mengutip apa yang diungkapkan Dorothy Law Nollte:

Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, maka ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, maka ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, maka ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka ia belajar mengendalikan diri
Jika anak dibesarkan dengan motivasi, maka ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan kelembutan, maka ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, maka ia belajar percaya
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, maka ia belajar menghargai diri sendiri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, maka ia belajar menemukan kasih dalam kehidupannya


Jujur sejak saya menikah, saya beruntung sekali memiliki istri yang peduli dengan perkembangan anak kami. Kami saling mengingatkan ucapan yang keluar dari mulut kami dan sikap serta perilaku kami yang “berbahaya” bagi anak kita. Kita sadar betul anak tidak perlu diajarkan sesuatu melalui komunikasi, hanya melihat saja maka itu sudah belajar dan direkam di otaknya. Kami sangat menjaga itu.

Seperti judul diatas pola asuh adalah pendidikan karakter. Bagi kita orang tua, karakter apa yang ingin kita tanamkan pada anak kita? Berikan contoh itu dalam sikap dan perbuatan serta kata-kata. Maka dengan mudah anak akan mencontohnya dan menyimpannya dalam memory bawah sadarnya dan akan dikeluarkan kembali pada saat “ada pemicunya”. Maksudnya? Saat kita memberikan contoh hormat dan sayang pada pasangan kita, saat anak kita menikah kelak maka dia akan mencontoh perilaku kita orang tua-nya terhadap pasangannya.

Sekarang ini sangat berlaku sekali kata-kata mutiara “buah tidak jatuh jauh dari pohonnya” dan itu saya rasakan betul saat banyak klien saya yang merasakan bahwa kehidupannya adalah hasil dari “fotocopy” orang tua-nya. Kalo orang tua-nya memberikan pengaruh yang baik tidak masalah, tetapi jika rumah tangga berantakan seperti orang tua-nya maka ini adalah suatu musibah. Kenapa ini terjadi? Yah, saya rasa Anda sudah tahu jawabannya bukan?

Jadilah teladan bagi buah hati tercinta kita, pada mula dan awalnya anak akan selalu belajar dari lingkungan terdekatnya, yaitu orang tua. Mereka menyerap informasi dengan baiknya dari kelima indra mereka. Bukan hanya perkataan orang tua tapi sikap serta perilaku orang tua akan mereka serap juga, bahkan secara Anda tidak sadari.

Jika kita orang tua, ingin tahu berapa nilai Anda sebagai orang tua dalam mendidik anak, ada cara mudah mengetahuinya. Raport pertama anak kita pada waktu sekolah (play group atau TK), itu adalah raport milik kita orang tua, bukan anak. Anda dapat berkaca dari hasil tersebut, bagaimana kualitas “produk” (baca: anak) Anda. Nah itu adalah raport awal saat 3-5 tahun Anda membentuk keluarga dan mendidik anak. Tapi jika mau tahu hasil akhirnya lihatlah kehidupan anak Anda ketika dia sudah berada didalam kehidupan sebenarnya. Lihatlah pergaulannya, cara berbicara dan bersikap dan jika kita orang tua lebih jeli dan bijak lihat keuangannya. Semakin baik kondisi keuangan anak Anda berbanding lurus dengan karakter yang dimiliki anak Anda (yang halal tentunya).


Salam
Timothy Wibowo

14. Siapakah Guru Pendidikan Karakter?


Siapakah Guru Pendidikan Karakter?

“Anda tidak bisa mengajarkan apa yang Anda mau, Anda tidak bisa mengajarkan apa yang Anda tahu. Anda hanya bisa mengajarkan siapa Anda” – Soekarno


Sebelum saya lebih jauh mengkaji tentang topic yang akan dibahas kali ini, maka saya akan berbagi tentang belajar. Ya, proses belajar bagaimana otak menyerap informasi. Inilah yang seringkali diabaikan, kita sebagai orangtua atau guru maunya seringkali “memaksa” anak mengerti tentang sesuatu hal dan “jalankan” seperti computer, kasi perintah dan tekan “ENTER”. Nah, kalo di manusia bukan ENTER tapi “ENTAR” upsss…

Dari penelitian diberbagai belahan dunia yang terus berkembang, hasil riset tentang tehnik penyerapan informasi ke otak dibagi menjadi 5 tahap :

  • Membaca dengan prosentase penyerapan informasi 10%
  • Mendengar dengan prosentase penyerapan informasi 20%
  • Mendengar dan Melihat dengan prosentase penyerapan informasi 50%
  • Mengatakan dengan prosentase penyerapan informasi 70%
  • Mengatakan dan melakukan dengan prosentase penyerapan informasi 90%
  •  

  • Dari informasi diatas mudah bagi kita untuk mengetahui cara yang paling efektif untuk mendidik karakter anak bukan? Kalo mau hasil maksimal, dengan penyerapan diatas 50 % maka metode mendidiknya harus disesuaikan dengan cara otak menyerap informasi.

    Tentunya cara itu adalah kombinasi antara Melihat, Mendengar, Mengatakan dan Melakukan. Saya akan membagi 2 tahap penjelasan, yaitu:

    1. Melihat dan Mendengar

    Adalah proses belajar yang ada contoh dan ada pengajarnya. Jika disekolah tentunya guru yang akan bersuara, jika dirumah maka orangtua. Sebagai guru tentunya harus memberikan contoh dan model karakter yang dikehendaki anak didiknya bagaimana serta mengajarkan “how to achieve”. Jadi pada dasarnya semua guru disekolah bisa menjadi guru pendidikan karakter, jika berkomitmen untuk menjadi contoh dan mau menjelaskan bagaimana agar siswa dapat memiliki karakter seperti gurunya. Sama halnya orangtua yang ada dirumah, siswa hanya 30% berada disekolah, 10-15 % lingkungan sosialnya dan  sisanya dirumah. Maka porsi terbesar adalah orangtua yang menjadi guru pendidikan karakter bagi anaknya. 

    Seorang anak dari bayi, dia tidak mengenal bahasa. Saat dia kecil dia belajar dengan melihat contoh, dia belajar jalan, membuka pintu, menyalakan tv, semuanya melihat. Dan proses belajar seperti ini masih berlanjut pada kehidupan kita orang dewasa. Jadi jangan anggap sepele dalam sikap dan perilaku kita untuk memberikan contoh yang baik untum pendidikan karakter anak.

    2. Mengatakan dan Melakukan

    Ini terkait dengan peraturan dan system yang berlaku lingkungan belajar pendidikan karakter (sekolah dan rumah). Bagaimana peraturan disekolah dan dirumah selaras dengan tujuan pendidikan karakter. Baiklah saya akan memberi contoh, di Indonesia, di Surabaya khususnya saya masih bisa memberhentikan angkutan umum (metromini) sembarangan. Dimana saya ada di jalan raya, saya lihat ada angkutan umum saya tinggal angkat tangan saja maka amgkutan umum itu akan berhenti. Hal ini bisa berlaku di Surabaya, tapi tidak di Singapura. Jika saya pindah ke Singapura maka saya tidak bisa seenaknya saja memberhentikan angkutan umum, ada tempat khusus dimana angkutan umum tersebut mau berhenti. Maka perilaku saya akan berubah mengikuti aturan yang berlaku, saya akan ke halte jika mau naik kendaraan umum. 

    Jadi dalam pendidikan karakter juga diperlukan seting macam ini juga, seting lingkungan untuk mendukung perilaku Melakukan yang akhirnya akan terbiasa. Seperti ada pepatah bisa karena biasa, sama seperti halnya aturan baru dalam berlalu lintas. Belakangan ini banyak aturan baru sehingga jalan yang biasanya bisa 2 arah hanya satu arah untuk keefektifan pengguna jalan dan menghindari kemacetan, jika kita langgar maka tilang. Pertama terasa berat, setelah 1 bulan sudah biasa, tidak ada beban lagi. Manusia adalah mahluk yang mudah beradaptasi, terasa berat jika itu dijalankan terus menerus, maka lama-lama terbiasa. Dalam melakukan pola ini jangan lupa memberikan konsekuensi jika melanggar, tentunya konsekuensi yang mendidik dan tidak merusak harga diri anak. Contoh: jika melanggar maka mainan kesukaan anak akan disita 2 hari.


    Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

    Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.


    Salam
    Timothy Wibowo