Welcome to My Blog

Minggu, 13 Mei 2012

Hukum Wanita Pergi Haji Tanpa Mahram


Seorang Perempuan Tidak Halal Menunaikan Haji Tanpa Mahram

Syaikh Muhammad Shalih Al-Utasaimin ditanya: Seorang wanita dari Saba’ dikenal baik dan dia berumur sedang dan mendekani usia tua. Dia ingin menunaikan haji Islam tetapi tidak memiliki mahram dan ada orang dari daerahnya yang dikenal baik dan ingin haji juga bersamaan seorang wanita dari mahramnya. Maka apakah sah wanita tersebut menunaikan ibadah haji bersamaan laki-laki yang baik ini dikarenakan tidak ada mahramnya dan dia dalam keadaan mampu menunaikannya karena memiliki harta. Maka berilah fatwa kepada kami semoga Allah memberi berkah kepada anda, karena dalam perkara ini kami berselisih dengan sebagian saudara-saudara kami?

Maka beliau menjawab: Seorang perempuan tidak halal melakukan ibadah haji tanpa mahram, meskipun dia berangkat bersama para wanita dan seorang laki-laki yang terpercaya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah berkhutbah, maka beliau berkata:

“Seorang wanita tidak melakukan safar kecuali bersama mahram.” Maka ada seseorang berkata: Wahai Rasulullah, istriku akan keluar untuk haji dan sesungguhnya saya telah menetapkan ikut perang ini dan ini, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Pergilah engkau, maka berhajilah engkau bersama istrimu.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak minta penjelasan kepadanya apakah wanita itu dalam keadaan aman, atau tidak, dan apakah ada para wanita dan laki-laki yang terpercaya bersamanya atau tidak, padahal keadaannya menghendaki demikian itu, sedangkan suaminya telah menetapkan dirinya untuk ikut berperang. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepadanya agar meninggalkan perang dan keluar untuk menunaikan haji bersama istrinya. Sesungguhnya ahli ilmu telah menyebutkan bahwa perempuan ketika tidak memiliki mahram maka dia tidak wajib haji, sehingga kalaupun dia mati, tidak perlu berhaji atas namanya (menggantikannya -ed) dengan harta peninggalannya, karena dia tidak mampu melakukannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya mewajibkan haji bagi mereka yang mampu.

Apakah Wanita Boleh Haji Tanpa Mahram?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya: Apakah wanita boleh haji tanpa mahram?
Maka beliau menjawab: Jika dia tergolong wanita yang sudah tidak haid, dan tidak memiliki keinginan menikah dan tidak punya mahram, maka dia boleh menunaikan haji bersama orang yang dapat memberikan keamanan kepadanya menurut salah satu pendapat ulama, dan ini salah satu dari dua riwayat dari Ahmad, juga madzhab Malik dan Syafi’i.

Apakah Sah Seorang Wanita Haji Tanpa Mahram?

Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin ditanya: Seorang wanita haji tanpa mahram apakah hajinya benar (sah) dan seorang anak yang mumayiz (berakal) apakah bisa menjadi mahram?
Maka beliau menjawab: Adapun hajinya adalah sah, tetapi safar tanpa mahram adalah diharamkan dan termasuk berbuat maksiat kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, karena Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Janganlah wanita itu safar kecuali bersama mahram.”

Anak kecil yang belum baligh tidak pantas menjadi mahram, karena dia sendiri butuh kepada perlindungan dan pengawasan. Maka siapa saja yang kondisinya demikian, tidak mungkin dia menjadi pengawas atau wali (pelindung) bagi yamg lain. Dan syarat bagi mahram itu harus laki-laki baligh (dewasa) dan berakal. Kalau tidak demikian, maka dia bukan mahram. Perkara yang banyak kami sayangkan di sini yaitu anggapan remeh sebagian wanita yang safar menaiki pesawat terbang tanpa mahram. Karena mereka telah meremehkan perkara ini, kamu dapati seorang wanita melakukan safar dengan menaiki pesawat dalam keadaan sendirian.

Mereka beralasan bahwa mahramnya adalah yang telah menyertainya di bandar udara tempat pesawat terbang itu berangkat sedangkan mahram yang lain adalah yang akan menyambutnya di bandar udara yang dituju. Sebetulnya, ini adalah alasan yang sangat lemah. Sesungguhnya mahram yang mengantarnya tidak masuk bersamanya ke dalam pesawat tersebut, sebaliknya dia hanya mengantarnya sampai ke ruang tunggu dan terkadang pesawat tersebut terlambat berangkat, sehingga wanita tersebut tetap menanti sendirian.
Dan terkadang pesawat terbang yang dinaikinya itu tidak mampu mendarat di bandar udara yang dituju karena ada suatu sebab kemudian pesawat itu mendarat di bandar udara yang lain, maka wanita tersebut turun dari pesawat dalam keadaan sendirian. Juga terkadang pesawat itu mendarat di bandar udara yang dituju tetapi mahramnya tidak datang menjemputnya karena ada suatu sebab, mungkin karena tertidur atau sakit, padatnya penjemput atau karena ada kejadian yang menghalangi mahram tersebut sampai ke tempat penjemputan.

Jika kendala-kendala ini semua tidak ada dan pesawat itu sampai di bandara yang dituju tepat pada waktunya dan dia bertemu dengan mahram yang menjemputnya, maka orang yang duduk di sampingnya di dalam pesawat terkadang orang yang tidak punya rasa takut kepada Allah dan tidak memiliki rasa sayang kepada hamba-hamba Allah, lalu dia menipunya, dan akhirnya wanita itu tertipu karenanya, sehingga terjadilah fitnah dan perkara yang dilarang, sebagaimana yang telah diketahui.

Maka seorang wanita wajib bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla, dan hendaknya dia tidak safar kecuali bersama mahram. Adapun kaum laki-laki yang telah dijadikan oleh Allah sebagai pemimpin bagi wanita wajib bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla dan tidak membiarkan wanita-wanita mereka keluar untuk safar tanpa mahram. Dan jangan sampai kecemburuan dan agama mereka sirna dari diri-diri merdka, karena seseorang akan dimintai pertanggung jawabnya tentang istrinya dan keluarganya karena Allah telah menjadikan keluarganya sebagai amanat di sisinya. Allah Ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman peliaharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkannya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6).

Hukum Seorang Perempuan Menunaikan Haji Bersama Saudarinya dan Suami Saudarinya (iparnya) tersebut

Syaikh Shalih Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan ditanya: Apakah seorang wanita boleh menunaikan kewajiban haji bersama suami saudari sekandungnya dan saudarinya itu?

Maka beliau menjawab: Jawaban pertanyaan ini sama seperti jawaban pertanyaan sebelumnya, dan suami saudari perempuannya bukanlah mahram baginya, karena ia adalah laki-laki yang asing darinya.

Apakah Seorang Perempuan Dapat Digolongkan sebagai Mahram bagi Perempuan di Dalam Safar?

Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya: Apakah seorang perempuan dapat digolongkan sebagai mahram bagi wanita lain dalam safar, duduk bersam dan sebagainya atau tidak?

Maka beliau menjawab: Seorang wanita tidak dapat menjadi mahram bagi wanita lainnya, sesungguhnya mahram itu adalah laki-laki yang tidak boleh menikah dengan wanita tersebut disebabkan nasab seperti bapaknya atau saudaranya, atau sebab yang mubah seperti suami, juga seperti bapaknya suami serta anak laki-laki suami. Juga seperti bapak susuan, saudara sepersusuan dan yang sejenis dengan keduanya.
Seorang laki-laki tidak boleh berkhalwat (berduaan) dengan wanita asing (bukan mahram -ed) dan tidak boleh safar dengannya, karena sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Janganlah wanita itu melakukan safar kecuali dengan mahram.” Disepakati oleh Bukhari dan Muslim.

Dan sabdanya shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Janganlah laki-laki berkhalwat dengan perempuan, sesungguhnya setan adalah yang ketiga dari keduanya.” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan lainnya dari hadits Umar radhiyallahu ‘anhu dengan sanad yang shahih.
Allah yang memberi taufik.

Hukum Wanita Pembantu (khadimah) Melakukan Safar untuk Haji tanpa Mahram Bersama Keluarga Rumah Tempat Dia Bekerja (ahlu bait)

Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin ditanya: Kami memiliki pelayan wanita di rumah, jika kami hendak haji atau umrah atau safar ke negeri manapun, apakah kami boleh mengajaknya dan dia tidak memiliki mahram, berilah penjelasan kepada kami semoga Allah membalas kebaikan kepada anda?
Maka beliau menjawab: Bukankah pembantu itu adalah seorang perempuan? Dengan demikian. Apa yang bisa mengecualikannya dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Janganlah seorang perempuan melakukan safar kecuali bersama mahramnya.”
Benar, kalau diumpamakan bahwa ahli bait pergi dan pembantu tersebut tidak mungkin tinggal di rumah, karena di dalam daerah itu tidak ada yang menjaganya, maka dalam keadaan ini pembantu itu bisa pergi bersama mereka karena darurat.

Wanita Pembantu (khadimah) Melakukan Safar untuk Haji Bersama Sekelompok Wanita Melalui Yayasan Khusus Urusan Haji

Syaikh Shalih Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan ditanya: Apakah saya boleh menyuruh pelayan saya menunaikan haji bersama sekelompok wanita melalui jalan yayasan yang khusus mengurusi pengangkatan jamaah haji (biro haji dan umrah)?

Maka beliau menjawab: Seorang wanita tidak boleh safar untuk haji atau yang lainnya kecuali bersama mahram, baik sebagai wanita pembantu rumah tangga (khadimah) atau bukan, karena sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Seorang wanita beriman kepada Allah dan hari akhir tidak boleh safar sejauh perjalanam dua hari kecuali bersama mahram.”

Sekelompok wanita tidaklah dapat mencukupkannya dari mahram, dan seperti ini juga biro haji dan umrah tidaklah dapat mencukupkannya dari kewajiban bermahram yang harus menyertainya dalam safarnya bahkan tidak dapat mengeluarkannya dari larangan yang disebutkan dalam hadits-hadits tadi.

Sumber: Wanita Bertanya Ulama Menjawab (bagian Pertama), disusun oleh Abu Malik Muhammad bin Hamid bin Abdul Wahab (penerjemah: Abu Najiyah Muhaimin), penerbit: Penerbit An Najiyah, cet. Pertama Muharram 1427 H/Pebruari 2006, hal. 223-230.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar