• Seorang Perempuan Tidak Halal Menunaikan Haji Tanpa Mahram
Syaikh Muhammad Shalih Al-Utasaimin ditanya: Seorang wanita dari
Saba’ dikenal baik dan dia berumur sedang dan mendekani usia tua. Dia
ingin menunaikan haji Islam tetapi tidak memiliki mahram dan ada orang
dari daerahnya yang dikenal baik dan ingin haji juga bersamaan seorang
wanita dari mahramnya. Maka apakah sah
wanita tersebut menunaikan ibadah haji bersamaan laki-laki yang baik ini
dikarenakan tidak ada mahramnya dan dia dalam keadaan mampu
menunaikannya karena memiliki harta. Maka berilah fatwa kepada kami
semoga Allah memberi berkah kepada anda, karena dalam perkara ini kami
berselisih dengan sebagian saudara-saudara kami?
Maka beliau menjawab: Seorang perempuan tidak halal melakukan ibadah
haji tanpa mahram, meskipun dia berangkat bersama para wanita dan
seorang laki-laki yang terpercaya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam telah berkhutbah, maka beliau berkata:
“Seorang wanita tidak melakukan safar kecuali bersama mahram.” Maka
ada seseorang berkata: Wahai Rasulullah, istriku akan keluar untuk haji
dan sesungguhnya saya telah menetapkan ikut perang ini dan ini, maka
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Pergilah engkau, maka
berhajilah engkau bersama istrimu.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak minta penjelasan kepadanya
apakah wanita itu dalam keadaan aman, atau tidak, dan apakah ada para
wanita dan laki-laki yang terpercaya bersamanya atau tidak, padahal
keadaannya menghendaki demikian itu, sedangkan suaminya telah menetapkan
dirinya untuk ikut berperang. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
memerintahkan kepadanya agar meninggalkan perang dan keluar untuk
menunaikan haji bersama istrinya. Sesungguhnya ahli ilmu telah
menyebutkan bahwa perempuan ketika tidak memiliki mahram maka dia tidak
wajib haji, sehingga kalaupun dia mati, tidak perlu berhaji atas namanya
(menggantikannya -ed) dengan harta peninggalannya, karena dia tidak
mampu melakukannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya mewajibkan haji bagi
mereka yang mampu.
• Apakah Wanita Boleh Haji Tanpa Mahram?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya: Apakah wanita boleh haji tanpa mahram?
Maka beliau menjawab: Jika dia tergolong wanita yang sudah tidak
haid, dan tidak memiliki keinginan menikah dan tidak punya mahram, maka
dia boleh menunaikan haji bersama orang yang dapat memberikan keamanan
kepadanya menurut salah satu pendapat ulama, dan ini salah satu dari dua
riwayat dari Ahmad, juga madzhab Malik dan Syafi’i.
• Apakah Sah Seorang Wanita Haji Tanpa Mahram?
Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin ditanya: Seorang wanita haji tanpa
mahram apakah hajinya benar (sah) dan seorang anak yang mumayiz
(berakal) apakah bisa menjadi mahram?
Maka beliau menjawab: Adapun hajinya adalah sah, tetapi safar tanpa
mahram adalah diharamkan dan termasuk berbuat maksiat kepada Rasul
shallallahu ‘alaihi wasallam, karena Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
“Janganlah wanita itu safar kecuali bersama mahram.”
Anak kecil yang belum baligh tidak pantas menjadi mahram, karena dia
sendiri butuh kepada perlindungan dan pengawasan. Maka siapa saja yang
kondisinya demikian, tidak mungkin dia menjadi pengawas atau wali
(pelindung) bagi yamg lain. Dan syarat bagi mahram itu harus laki-laki
baligh (dewasa) dan berakal. Kalau tidak demikian, maka dia bukan
mahram. Perkara yang banyak kami sayangkan di sini yaitu anggapan remeh
sebagian wanita yang safar menaiki pesawat terbang tanpa mahram. Karena
mereka telah meremehkan perkara ini, kamu dapati seorang wanita
melakukan safar dengan menaiki pesawat dalam keadaan sendirian.
Mereka beralasan bahwa mahramnya adalah yang telah menyertainya di
bandar udara tempat pesawat terbang itu berangkat sedangkan mahram yang
lain adalah yang akan menyambutnya di bandar udara yang dituju.
Sebetulnya, ini adalah alasan yang sangat lemah. Sesungguhnya mahram
yang mengantarnya tidak masuk bersamanya ke dalam pesawat tersebut,
sebaliknya dia hanya mengantarnya sampai ke ruang tunggu dan terkadang
pesawat tersebut terlambat berangkat, sehingga wanita tersebut tetap
menanti sendirian.
Dan terkadang pesawat terbang yang dinaikinya itu tidak mampu
mendarat di bandar udara yang dituju karena ada suatu sebab kemudian
pesawat itu mendarat di bandar udara yang lain, maka wanita tersebut
turun dari pesawat dalam keadaan sendirian. Juga terkadang pesawat itu
mendarat di bandar udara yang dituju tetapi mahramnya tidak datang
menjemputnya karena ada suatu sebab, mungkin karena tertidur atau sakit,
padatnya penjemput atau karena ada kejadian yang menghalangi mahram
tersebut sampai ke tempat penjemputan.
Jika kendala-kendala ini semua tidak ada dan pesawat itu sampai di
bandara yang dituju tepat pada waktunya dan dia bertemu dengan mahram
yang menjemputnya, maka orang yang duduk di sampingnya di dalam pesawat
terkadang orang yang tidak punya rasa takut kepada Allah dan tidak
memiliki rasa sayang kepada hamba-hamba Allah, lalu dia menipunya, dan
akhirnya wanita itu tertipu karenanya, sehingga terjadilah fitnah dan
perkara yang dilarang, sebagaimana yang telah diketahui.
Maka seorang wanita wajib bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla, dan
hendaknya dia tidak safar kecuali bersama mahram. Adapun kaum laki-laki
yang telah dijadikan oleh Allah sebagai pemimpin bagi wanita wajib
bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla dan tidak membiarkan wanita-wanita
mereka keluar untuk safar tanpa mahram. Dan jangan sampai kecemburuan
dan agama mereka sirna dari diri-diri merdka, karena seseorang akan
dimintai pertanggung jawabnya tentang istrinya dan keluarganya karena
Allah telah menjadikan keluarganya sebagai amanat di sisinya. Allah
Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman peliaharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya
malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkannya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (At-Tahrim: 6).
• Hukum Seorang Perempuan Menunaikan Haji Bersama Saudarinya dan Suami Saudarinya (iparnya) tersebut
Syaikh Shalih Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan ditanya: Apakah seorang
wanita boleh menunaikan kewajiban haji bersama suami saudari
sekandungnya dan saudarinya itu?
Maka beliau menjawab: Jawaban pertanyaan ini sama seperti jawaban
pertanyaan sebelumnya, dan suami saudari perempuannya bukanlah mahram
baginya, karena ia adalah laki-laki yang asing darinya.
• Apakah Seorang Perempuan Dapat Digolongkan sebagai Mahram bagi Perempuan di Dalam Safar?
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya: Apakah seorang perempuan dapat
digolongkan sebagai mahram bagi wanita lain dalam safar, duduk bersam
dan sebagainya atau tidak?
Maka beliau menjawab: Seorang wanita tidak dapat menjadi mahram bagi
wanita lainnya, sesungguhnya mahram itu adalah laki-laki yang tidak
boleh menikah dengan wanita tersebut disebabkan nasab seperti bapaknya
atau saudaranya, atau sebab yang mubah seperti suami, juga seperti
bapaknya suami serta anak laki-laki suami. Juga seperti bapak susuan,
saudara sepersusuan dan yang sejenis dengan keduanya.
Seorang laki-laki tidak boleh berkhalwat (berduaan) dengan wanita
asing (bukan mahram -ed) dan tidak boleh safar dengannya, karena sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Janganlah wanita itu melakukan safar kecuali dengan mahram.” Disepakati oleh Bukhari dan Muslim.
Dan sabdanya shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Janganlah laki-laki berkhalwat dengan perempuan, sesungguhnya setan
adalah yang ketiga dari keduanya.” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan
lainnya dari hadits Umar radhiyallahu ‘anhu dengan sanad yang shahih.
Allah yang memberi taufik.
• Hukum Wanita Pembantu (khadimah) Melakukan Safar untuk Haji tanpa Mahram Bersama Keluarga Rumah Tempat Dia Bekerja (ahlu bait)
Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin ditanya: Kami memiliki pelayan
wanita di rumah, jika kami hendak haji atau umrah atau safar ke negeri
manapun, apakah kami boleh mengajaknya dan dia tidak memiliki mahram,
berilah penjelasan kepada kami semoga Allah membalas kebaikan kepada
anda?
Maka beliau menjawab: Bukankah pembantu itu adalah seorang perempuan?
Dengan demikian. Apa yang bisa mengecualikannya dari sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Janganlah seorang perempuan melakukan safar kecuali bersama mahramnya.”
Benar, kalau diumpamakan bahwa ahli bait pergi dan pembantu tersebut
tidak mungkin tinggal di rumah, karena di dalam daerah itu tidak ada
yang menjaganya, maka dalam keadaan ini pembantu itu bisa pergi bersama
mereka karena darurat.
• Wanita Pembantu (khadimah) Melakukan Safar untuk Haji Bersama Sekelompok Wanita Melalui Yayasan Khusus Urusan Haji
Syaikh Shalih Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan ditanya: Apakah saya
boleh menyuruh pelayan saya menunaikan haji bersama sekelompok wanita
melalui jalan yayasan yang khusus mengurusi pengangkatan jamaah haji
(biro haji dan umrah)?
Maka beliau menjawab: Seorang wanita tidak boleh safar untuk haji
atau yang lainnya kecuali bersama mahram, baik sebagai wanita pembantu
rumah tangga (khadimah) atau bukan, karena sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam:
“Seorang wanita beriman kepada Allah dan hari akhir tidak boleh safar sejauh perjalanam dua hari kecuali bersama mahram.”
Sekelompok wanita tidaklah dapat mencukupkannya dari mahram, dan
seperti ini juga biro haji dan umrah tidaklah dapat mencukupkannya dari
kewajiban bermahram yang harus menyertainya dalam safarnya bahkan tidak
dapat mengeluarkannya dari larangan yang disebutkan dalam hadits-hadits
tadi.
Sumber: Wanita Bertanya Ulama Menjawab (bagian Pertama), disusun oleh
Abu Malik Muhammad bin Hamid bin Abdul Wahab (penerjemah: Abu Najiyah
Muhaimin), penerbit: Penerbit An Najiyah, cet. Pertama Muharram 1427
H/Pebruari 2006, hal. 223-230.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar