Welcome to My Blog

Minggu, 17 Juni 2012

Kenapa Perceraian dibenci Allah?

KH. Marzuki Musytamar

أَبـْـغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللهِ الطَّلاَقُ. رَوَاهُ : أَبُوْ دَاوُدَ فِي سُنَنِهِ

Artinya : perkara halal yang paling dibenci Allah adalah thalaq. (HR: Abu Dawud)
    Perceraian tidak boleh dianggap remeh atau sepele, sehingga dengan mudah mengambil keputusan untuk cerai. Sebab, sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas, perceraian meskipun secara hukum boleh-boleh saja, tapi sangat dibenci Allah.

Halal tapi dibenci oleh Allah
Kenapa perceraian dibenci Allah? Ada beberapa alasan yang menyebabkan perceraian dibenci oleh Allah. Perceraian berarti lawan dari pernikahan. Sementara pernikahan diperintahkan dan hukumnya sunnah. Ketika nikah itu hukumnya sunnah maka setiap sesuatu yang merusak pernikahan berarti hukumnya juga kebalikan sunnah itu, yaitu makruh. Sesuatu yang makruh dibenci oleh Allah dan di antara yang dibenci Allah itu perceraian termasuk yang paling dibenci. Pernikahan itu mempersatukan dan mengikat antar jiwa seorang suami dan istri. Bahkan ikatan pernikahan itu disebut ikatan suci dan kuat (miitsaaqon gholidzhon). Kalau dulu sebelum nikah, menyentuh saja haram. Maka setelah menikah justru satu sentuhan saja jadi ibadah yang besar pahalanya.

Pernikahan juga mempersatukan antara dua keluarga, keluarga suami dan istri. Berarti pernikahan menambah jalan tali silaturahim. Dan itu tentu besar pahalanya. Bahkan pernikahan juga bisa mempersatukan antar kelompok, antara budaya satu daerah dengan daerah yang lain. Sementara perceraian itu akan merusak itu semua. Merusak ikatan suci antara suami dan istri, merusak silaturrahim dua keluarga, merusak perpaduan masyarakat. Maka pantaslah kalau perceraian itu termasuk yang paling dibenci Allah meskipun halal. Bahkan bisa jadi perceraian itu menjadi factor rusaknya agama. Misalnya ada seorang jama’ah yang jadi mantu keluarga kyai, tokoh atau pengurus takmir. Kalau sampai terjadi perceraian bisa jadi jama’ah itu jadi benci dengan keluarga kyai, tokoh atau pengurus takmir tersebut. “sudah aku tidak mau ngaji lagi ke kyai itu, aku tidak mau lagi jama’ah di masjid” la inikan namanya malah merusak agama. Yang tadinya rajin mengaji atau jama’ah, gara-gara cerai tidak mau ngaji atau jama’ah lagi, karena sudah terlanjur benci dengan keluarga tokoh tersebut.

Selanjutnya, dengan pernikahan diharapkan akan lahir generasi islam yang sholih sholihah yang akan menjadi penerus orang tuanya. Kalau sampai terjadi cerai, sangat mungkin harapan memiliki generasi yang sholih sholihah itu akan ikut buyar. Sebab, secara umum, anak-anak yang keluarganya harmonis, orang tuanya guyub rukun akan tumbuh normal, penuh kasih sayang, pendidikan dan perkembanganya terkontrol. Sebaliknya, kalau orang tuanya bercerai, kehidupan anak-anak justru akan berantakan. Siapa yang mendidik, membiayai dan sebagainya. Meskipun secara hukum, bapaknya berkewajiban member nafkah, tapi karena sudah cerai sangat mungkin bapaknya tidak peduli lagi. Perceraian juga sangat akan mengganggu proses pendidikan anak-anak. Kemudian yang tidak kalah repotnya adalah jiwa anak yang jadi bimbang dan serba salah. Bagaimana tidak, wong anak-anak jadi bingung siapa sebenarnya yang salah, bapaknya atau ibuknya. Kalau membela ibunya, kasihan bapaknya, mau membela bapaknya kasihan pada ibu. Bahkan bisa jadi, akan muncul benih kebencian anak-anak pada orang tuanya. Kalau ikut ibu misalnya, akhirnya si anak benci pada bapaknya. Sebaliknya, kalau ikut bapaknya, akhirnya ia benci pada ibunya. Sebab, bisa saja ibunya mempengaruhi si anak agar membenci bapaknya, demikian juga sebaliknya. Dan tidak sedikit anak-anak yang terjerumus pada pergaulan bebas, narkoba atau dunia kelam karena keluarganya hancur (broken home). Oleh karena itu sangat jelas, mengapa perceraian itu dibenci oleh Allah. Masih mau cerai?

Faktor penyebab perceraian.
Memang banyak sekali faktor yang bisa menyebabkan terjadinya perceraian. Faktor-faktor itu ada faktor internal, faktor berasal dari dalam (diri suami istri) ada juga factor eksternal. Di antara faktor internal adalah kurangnya kesiapan mental, baik suami atau istri untuk membangun keluarga dengan segala permasalahanya yang komplek. Mungkin karena usianya terlalu muda, nikah dini atau pendidikanya sangat lemah. Mungkin juga kurag percaya diri. Sehingga kalau ada masalah sedikit saja langsung goyah.

Selanjutnya faktor yang tak kalah pentingnya adalah lemahnya benteng agama. Keimanan dan ketakwaanya lemah, sehingga sering gegabah mengambil keputusan yang bertentangan dengan agama, misalnya suami yang tidak tanggung jawab, istri yang tidak taat, suami istri yang sama-sama selingkuh, khianat dan sebagainya. Karena agama lemah, maka syaitan semakin leluasa ngompromi setiap masalah kecil yang muncul sehingga cepat membesar dan menggoyahkan rumah tangga. Selain itu, factor wawasan atau pengetahuan masing-masing juga berpengaruh. Kalau wawasan dan pengetahuanya sempit, akan mudah terpengaruh oleh kabar-kabar burung, berita-berita miring seputar pasanganya yang akhirnya membuat gampang emosi.

Selain factor dari dalam, pengaruh dari luar tidak kalah beratnya. Yaitu banyaknya godaan di luar rumah yang menggiurkan, baik yang bersifat materi atau non materi. Belum lagi adanya wanita idaman (WIL) atau pria idaman lain (PIL) yang muncul di tengah-tengah perjalanan rumah tangga. Mereka itulah yang sering disebut orang ketiga. Kehidupan di luar rumah memang sangat menggoda. Sebab, suami ketika di kantor atau tempat akan banyak bertemu dengan cewek-cewek lain yang bisa jadi lebih cantik dan menarik. Demikian juga istri yang bekerja akan sering bertemu dengan laki-laki lain yang mungkin lebih gagah, kaya atau lebih perhatian dari pada suaminya. Apalagi kalau suasana rumah tangganya kurang harmonis. Misalnya istri di rumah penampilanya awut-awutan, sudah kusut ditambah lagi suka cemberut. Bagaimana suami bisa nyaman di rumah, kalau di rumahnya menghadapi istri seperti itu, sementara di kantor banyak cewek yang penampilanya jauh lebih menarik. Demikian juga suami yang tidak tampil baik dihadapan istrinya bisa membuat istri bosan dan tidak percaya lagi.

Di samping faktor-faktor tersebut, yang juga tidak kalah besar pengaruhnya adalah masalah ekonomi. Keluarga yang ekonominya morat-marit, apalagi istri tidak sabar an suami keras kepala maka akan sangat rentan gegeran, lalu berujung pada perceraian. Satu lagi mungkin factor yang kurang disadari, yaitu terlalu lama kenal dan dekat. Dan selama dekat itu biasanya masing-masing tampil seakan-akan sempurna. Nah, pada saat menikah dia baru tahu aslinya. Kalau dulu waktu belum menikah kayaknya jujur, perhatian dan tampak sempurna ternyata akhirnya beda. Karena merasa sudah dibohongi pasanganya selama kenal (pra nikah), akhirnya mudah bertengkar. Apalagi kalau masing-masing kurang beriman, kurang bijak, kurang berfikir panjang pada saat ada masalah.

Solusi untuk menghindari perceraian
Agar bisa terhindar dari perceraian, maka factor-faktor di atas harus diperhatikan betul. Hindari pernikahan dini. Kecuali ada bimbingan yang terus-menerus dari dua keluarga besar, persiapkan mental dan pengetahuan agama. Kemudian masing-masing suami istri berusaha untuk menyenangkan pasanganya serta menjaga diri ketika di luar rumah. Jangan mudah terpengaruh berita atau kabar miring. Kesulitan hidup hadapi dengan sabar dan hati yang lapang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar