Malam itu saya ada janji
bertemu dengan seorang kawan, bukan sebuah janji untuk membicarakan
suatu yang penting. Hanya ingin bertemu untuk melepaskan rasa rindu yang
telah kami pendam karena kesibukan kami. Kami bertemu disebuah pusat
perbelanjaan di Jakarta.
Iseng-iseng saya mengajak dia untuk bertanya harga hape, karena memang saya sedang mensurvey harga hape. Karena kawan saya pun baru membeli hape baru di pusat perbelanjaan tersebut, maka ia merekomendasikan toko tempat ia membeli hapenya
pada saya. Sampai ke toko yang dimaksud, kami disambut oleh pramuniaga
dan pemiliknya (mungkin). Kami dilayani dengan baik, pemiliknya itu
masih mengingat kawan saya karena baru kemarin ia membeli hape.
Dibalik penyambutan yang hangat, ada kejanggalan yang menggelayut
dalam hatiku. Pramuniaga toko itu. Bajunya mungkin biasa saja. Kaos
lengan pendek, tapi… bahannya sangat tipis dan ukurannya kecil sehingga
tampak baju dalamannya terlihat jelas. Entah sengaja atau tidak, ia
tidak mempedulikan baju dalamannya yang terlihat. Padahal pemilik toko
tersebut adalah laki-laki. Saya menatapnya dengan rasa heran dan
memendam dalam hati tanya saya.
Hanya sejenak kami bertanya harga hape disana. Tidak jauh kami
meninggalkan toko tersebut, saya refleks berkata kepada kawan saya, “wanita
itu kok nyaman saja ya berpakaian seperti itu, apa ia tidak merasa
jengah jika pakaiannya itu dapat menimbulkan efek buruk bagi dirinya ?”
Yang saya kira kawan saya akan mendukung saya dengan ikut tidak
menyetujui cara pakaian wanita tersebut justru menjawab pertanyaan saya
dengan lembut namun mampu menohok saya seketika.
“Kenapa kamu tidak berbicara langsung saja didepannya ?” kata kawan saya.
Glekk !!
Perkataan yang lembut namun sangat dalam. Saya langsung tidak bereaksi apapun dan mencoba mengalihkan arah pembicaraan.
***
Hingga kini, perkataan itu selalu terngiang dalam ingatan saya.
Saya tidak lebih baik darinya jika saya belum mampu mengingatkannya tapi
justru menggunjingnya dengan segala kekurangannya. Padahal bisa jadi
orang yang saya gunjing itu belum tentu akan bernasib lebih buruk
daripada saya diakhir hidupnya. Who knows ?? Hanya Allah yang tahu pastinya.
Saya jadi teringat cerita kawan saya yang lain. Ia tidak akan
pernah mau mendengarkan perkataan khadimatnya jika perkataannya itu
mengandung unsur membicarakan keburukan orang lain. Alasannya, karena
kawan saya tidak ingin ia dibicarakan orang lain dibelakangnya.
It’s simple.. Jangan menggigit jika tidak ingin digigit.
Saya juga tidak akan senang pastinya jika ada orang lain yang
membicarakan saya dibelakang saya. Saya harus belajar merasakan
ketidaksukaan saya itu ketika saya mulai membicarakan oranglain
dibelakangnya. Harus bisa. InsyaAllah…
Namun tidak semudah jika dalam praktek. Ada rasa tidak enak jika
langsung berbicara didepan seseorang mengenai keburukannya. Meskipun
membicarakan dibelakangnya pun juga tidak lebih baik kecuali untuk
maksud mencari jalan keluar dan bukan sengaja membuka aib. Jika pada
akhirnya tidak bisa merubah dengan cara apapun, minimal dengan sebuah
do’a yang terukir tulus dari hati untuk perubahan saudara-saudara kita
–juga kita sendiri- menjadi lebih baik. Aamiin…
Tidak mudah, sungguh tidak mudah. Tapi saya yakin, juga bukan
perkara yang sulit. Dibalik ketertatihan kita -terutama saya- untuk
terus belajar mengendalikan diri mengungkap sesuatu yang tidak pantas
diungkap, akan menjadi sebuah ibadah.
Karena saya, kamu, mereka hanya sedang berjalan diroda kehidupan,
sedang berjalan dalam lingkaran keimanan. Disudut mana berdiri,
insyaAllah selalu berupaya untuk menjaga diri dalam balutan
keridhoanNya. Baik buruknya kita semoga terbingkai dengan kata-kata yang
indah. Dan baik buruknya kita semoga menjadi hikmah.
Apapun yang terlihat -meskipun tidak menyedapkan pandangan-
tahanlah dalam hati jika belum mampu menyampaikannya langsung. Olahlah
menjadi sebuah petunjuk bagi diri pribadi dan yang lainnya kedalam wadah
yang bermanfaat.
Semoga segala usaha kita semua dalam menyampaikan kebaikan selalu
dalam ridhoNya. Dan semoga segala tingkah laku kita selalu dalam
pengawasanNya..Aamiin. Allahua’lam
Kiptiah Hasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar