Dari Amirul
Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khottob rodiyallohu’anhu) dia
berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wassalam
bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan
setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu,
barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya
kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk
mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka
hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’”
(Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin
Ismail bin Ibrohim bin Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhori dan Abul Husain
Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusairy An-Naisabury di dalam kedua
kitab mereka yang merupakan kitab paling shahih diantara kitab-kitab
hadits)[1]
Kedudukan Hadits
Materi hadits pertama ini
merupakan pokok agama. Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ada Tiga hadits
yang merupakan poros agama, yaitu hadits Úmar, hadits Aísyah, dan
hadits Nu’man bin Basyir.” Perkataan Imam Ahmad rahimahullah tersebut
dapat dijelaskan bahwa perbuatan seorang mukallaf bertumpu pada
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Inilah halal dan haram. Dan
diantara halal dan haram tersebut ada yang mustabihat (hadits Nu’man
bin Basyir). Untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan
dibutuhkan niat yang benar (hadits Úmar), dan harus sesuai dengan
tuntunan syariát (hadits Aísyah).
Setiap Amal Tergantung Niatnya
Diterima atau tidaknya dan sah atau tidaknya suatu amal tergantung pada
niatnya. Demikian juga setiap orang berhak mendapatkan balasan sesuai
dengan niatnya dalam beramal. Dan yang dimaksud dengan amal disini
adalah semua yang berasal dari seorang hamba baik berupa perkataan,
perbuatan maupun keyakinan hati.
Fungsi Niat
Niat memiliki 2 fungsi:
1. Jika niat berkaitan dengan sasaran suatu amal (ma’bud), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara amal ibadah dengan amal kebiasaan.
2. Jika niat berkaitan dengan amal itu sendiri (ibadah), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara satu amal ibadah dengan amal ibadah yang lainnya.
Pengaruh Niat yang Salah Terhadap Amal Ibadah
Jika para ulama berbicara tentang niat, maka mencakup 2 hal:
1. Niat sebagai syarat sahnya ibadah, yaitu istilah niat yang dipakai oleh fuqoha’.
2. Niat sebagai syarat diterimanya ibadah, dengan istilah lain: Ikhlas.
Niat pada pengertian yang ke-2 ini, jika niat tersebut salah (tidak Ikhlas) maka akan berpengaruh terhadap diterimanya suatu amal, dengan perincian sebagai berikut:
a. Jika niatnya salah sejak awal, maka ibadah tersebut batal.
b. Jika kesalahan niat terjadi di tengah-tengah amal, maka ada 2 keadaan:
- Jika ia menghapus niat yang awal maka seluruh amalnya batal.
- Jika ia memperbagus amalnya dengan tidak menghapus niat yang awal, maka amal tambahannya batal.
c. Senang untuk dipuji setelah amal selesai, maka tidak membatalkan amal.
Beribadah dengan Tujuan Dunia
Pada dasarnya amal ibadah hanya diniatkan untuk meraih kenikmatan
akhirat. Namun terkadang diperbolehkan beramal dengan niat untuk tujuan
dunia disamping berniat untuk tujuan akhirat, dengan syarat apabila
syariát menyebutkan adanya pahala dunia bagi amalan tersebut. Amal yang
tidak tercampur niat untuk mendapatkan dunia memiliki pahala yang lebih
sempurna dibandingkan dengan amal yang disertai niat duniawi.
Hijrah
Makna hijrah secara syariát adalah meninggalkan sesuatu demi Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah artinya mencari sesuatu yang ada disisi-Nya, dan demi Rasul-Nya artinya ittiba’ dan senang terhadap tuntunan Rasul-Nya.
Bentuk-bentuk Hijrah:
1. Meninggalkan negeri syirik menuju negeri tauhid.
2. meninggalkan negeri bidáh menuju negeri sunnah.
3. Meninggalkan negeri penuh maksiat menuju negeri yang sedikit kemaksiatan.
Ketiga bentuk hijrah tersebut adalah pengaruh dari makna hijrah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar